Halini menimbulkan karakter filosofis dan religius pada dirinya yang kemudian selalu diselipkan pada karya-karyanya. Sebagian besar kemampuan Kho Ping Hoo memang diperoleh dari proses belajar secara otodidak. Sejak tahun 1952, Kho Ping Hoo sudah mulai menulis cerita-cerita pendek (cerpen) bernuansa roman percintaan yang ketika itu sedang Dunia Kangouw - Mungkin rata-rata orang tahu situs ini, belakangan beberapa kali saya mengakses situs cerita silat Dunia Kangouw, tetapi tidak bisa, awalnya saya pikir hanya down, tetapi setelah beberapa minggu, nampaknya situs penyedia cerita silat ini benar sudah dihapus oleh 31 maret 2022 di kolom komentar ada yang menjelaskan bahwa situs download cersil Dunia-kangouw bukan dihapus pemiliknya pak Edwin, tetapi karena melanggar kebijakan google blogspot milik google, mungkin masalah lisensi dan hak cipta, sehingga di hapus google. Seperti diketahui selain cersil, juga ada komik barat dan lainnya, mungkin itu yang kena masalah ini akan membuat semakin sedikitnya cara akses ke cerita silat di masa depan, karena dunia-kangouw merupakan tempat download cersil paling besar di Indonesia. Mau baca kho ping hoo atau chin yung? terpaksa harus lewat jalur kangouw merupakan bahasa hokkien dari Jianghu 江湖, yang jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi 'sungai dan telaga', atau 'sungai dan danau', yang secara harafiah berarti dunia yang diketahui bahwa topik cerita silat semakin menurun setiap tahunnya, era jaya keemasan dari tahun 1950-1990an sudah tidak bisa bangkit kembali. Padahal dulu saking banyak peminatnya, ada majalah khusus topik cersil seperti rimba hijau. Sudah jarang ada yang menulis cersil seperti Kho Ping Hoo, ataupun yang menerjemahkan / menyadur cersil mandarin, mungkin almarhum Tjan ID adalah penyadur aktif terakhir. Pihak percetakan pun ogah menerbitkan buku baru karena yang beli ada Kangzusi yang dikelola oleh Dewi KZ, biarpun situs ini masih tetap bisa diakses, tetapi bagian download novel cerita silat sudah tidak bisa sama sekali, saya pernah dengar situs tersebut pernah terkena ddos attack yang menyebabkan akun tempat simpan file di suspen. Jadi sekarang Kangzusi hanya sebagai museum informasi database judul cerita demikian, website Kang Zusi dan blogspot Dunia Kangouw sudah tidak bisa, maka sudah tidak ada lagi situs yang menyediakan download cersil, jadi cuma bisa membaca secara online seperti di Wattpad, Indozone, dan lainnya ataupun download di facebook grup Forum Berbagi E-book, kolektor ebook, atau Telegram grup sempat ada milis yahoo group bernama Mstjersil tempat saling berdiskusi dan berbagi informasi membahas seputar cersil, tapi kemudian yahoo memutuskan untuk menutup layanan Yahoo Group setelah 19 tahun eksis. Pengertian milis yang berarti mailing list pun sendiri saya lihat sudah tidak terurus, bahkan search engine mesin pencari-nya sudah error tidak diperbaiki selama beberapa gambar dengan komunitas internasional?Nasibnya sama saja, dulu saya ingat ada banyak forum aktif yang ramai pengunjung dan anggota saling membahas dan diskusi; sebut saja Wuxiamania Phorumz, yang dibuat oleh temujin, juga Wuxiapedia yang menggunakan gaya wikipedia dalam menyajikan informasi yang isinya sangat detail tidak bisa ditemui disitus manapun. Sebelum itu, saya juga pernah dengar ada old JinYong forum sebelum zaman spcnet, tapi saya tidak tahu seperti apa forum ini cuma ada Spcnet yang rasanya tinggal menunggu waktu sebelum ditutup, karena admin atau pemiliknya sudah menghilang lama tidak nampak batang hidungnya selama beberapa paling menyedihkan jika forum sebagus spcnet ditutup adalah informasi yang berharga didalamnya, dan karena banyak post bermutu, terlalu banyak sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan backup semuanya. Mirip kejadian saat penutupan Wuxiapedia ataupun forum-forum yang disebut diatas, bukan hanya artikel bagus, tapi juga novel hasil terjemahan bebas berbagai pihak pun hilang tidak bisa diakses lagi karena tidak ada yang sempat back-up, benar-benar hilang dari peredaran di dunia maya. Paling yang masih tampak adalah judul-judul cerita silat terkenal seperti dari Jin Yong atau Gu informasi penting dan juga novel terjemahan akan menjadi abu yang tertiup spcnet, mungkin sebagai cadangan, para pencinta wuxia hanya bisa berkumpul di " , forum " . dan facebook group. Tapi ya disitu sepi, tidak akan bisa seramai zaman dulu dengan komunitas Tiongkok? karena disitu adalah kampung halamannya, saya lihat forum utama seperti kedai teh Jin Yong masih Cerita Silat Menurun PopularitasnyaMenurut opiniku, penyebabnya adalah kegemaran masyarakat untuk membaca buku sudah menurun, orang lebih gemar bermain gadget, social media di ponsel, game ataupun aktivitas lainnya. Dulu tidak ada itu, sehingga orang lebih banyak menghabiskan waktu dengan muda zaman sekarang pun lebih memilih untuk menonton serial drama wuxia ataupun film, dibanding membaca buku. Menurut mereka lebih menyenangkan menonton dari layar dibanding membaca dan membolak-balik isi lagi sekarang adalah zaman digital, semua serba download, selain tidak perlu capai dan repot ke toko buku, bisa dapat gratis lagi, jadi orang enggan membeli. Karena sedikitnya pendapatan, para penyadur pun malas, penerbit buku pun tidak mau rugi mencetak novel cersil yang jarang pembeli. Lihat saja Robi Wijaya yang tahun 2014 menerjemahkan 'Trilogi Pendekar Rajawali' yang menggunakan edisi revisi terakhir edisi 3 dan kemudian diterbitkan oleh Gramedia, karena kurang laku sehingga hanya menerjemahkan tiga judul itu, padahal dia sudah memiliki lisensi untuk judul novel Jin Yong genre Cerita Silat di China masih cukup banyak penulisnya, tetapi mayoritas sudah memilih genre XianXia ataupun Xuanhuan yang lebih fantasi, sedangkan genre Wuxia tradisional atau klasik sangat sedikit jumlahnya, jika ada yang menulisnya pun judul tersebut tidak bisa menjadi terkenal seperti genre xianxia atau xuanhuan. Asmaramanalias Kho Ping Hoo, tidak menyadur, melainkan menulis sendiri berpuluh judul tentang dunia kang-ouw walau dirinya tidak pernah melayat ke negri Cina (katanya). Walau kebanyakan nasehat, filosofi, tetek bengek mengenai 'Aku' salah dan benar, rangsangan alur cerita dari pengalaman aneh, jurus sakti, dan roman picisan cukup menarik. - Sebelum menyanyikan lagu “Teman Kawanku Punya Teman”, Iwan Fals sengaja memasukkan obrolan dia dan kawan-kawannya sebagai pembuka lagu tersebut. Terdengar suara tawa berkali-kali di sela percakapan. Di tengah obrolan itu seseorang berkata, “kuliah cari ijazah.” Ucapan tersebut disambut tawa. Lalu lagu pun dimulai. Seperti disinggung lewat celetukan tadi, lagu ini berkisah tentang seorang mahasiswa yang mendapatkan ijazah tanpa kerja keras, yaitu dengan cara mengupah orang untuk mengerjakan skripsi. Salah satu kegemarannya adalah membaca cerita silat Kho Ping Hoo. Hal tersebut terdapat dalam bait kedua lagu tersebut yang berbunyi “Kacamata tebal, maklum kutu buku. Ngoceh paling jago, banyak baca Kho Ping Hoo.” Kho Ping Hoo atau Asmaraman Sukowati adalah seorang pengarang cerita silat yang karyanya teramat banyak. Dalam satu judul, ia bisa membuatnya hingga puluhan jilid. Sebagai contoh, kisah yang berjudul Sang Megatantra, ia membuatnya sampai 42 jilid. Leo Suryadinata mencatat dalam Sastra Peranakan Tionghoa Indonesia 1996, bahwa karya Kho Ping Hoo sekurang-kurangnya adalah 180 judul buku. Jika angka “sekurang-kurangnya” itu dikali 30 rata-rata jumlah jilid per satu judul buku, maka minimal Kho Ping Hoo memiliki buah buku yang asli sebelum dilipatgandakan untuk dijual ke pasaran. Baca juga Komik Siksa Neraka Saleh Belum Tentu, tapi Pasti Bikin Ngeri Kisah Komikus Tatang S. Mengangkat Cerita Rakyat Jelata Berkelana dari Kota ke Kota Layaknya seorang pendekar dalam dunia persilatan yang sering digambarkan berkelana, Khoo Ping Hoo pun melakukan hal yang sama sebelum ia terkenal. Ia berkali-kali pindah tempat tinggal karena desakan situasi yang terus berubah. Asmaraman dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah, pada 17 Agustus 1926. Sempat sekolah di HIS Hollands Inlandsche School, dan sebentar di MULO Meer Uitgebreid Lager Onderwijs. Setelah dewasa, karena menurutnya Sragen hanya bisa memberinya pekerjaan sebagai penarik becak, akhirnya ia pindah ke Kudus. Di Kota Kretek, ia diterima sebagai mandor di sebuah pabrik rokok. Saat Jepang masuk, ia pindah ke Surabaya dan menjadi penjual obat keliling. Namun lagi-lagi karena situasi di kota itu bergolak karena perang revolusi, ia akhirnya kembali ke Sragen. Dan kota kelahirannya masih seperti dulu saat mula-mula ia tinggalkan, masih tak memberinya peluang penghidupan yang lebih baik. Ia lalu memutuskan membawa istri dan anak-anaknya pindah ke arah barat, yaitu ke Tasikmalaya. Menurut Nana Suryana Sobarie, peneliti Sastra Tionghoa peranakan dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, yang ia kutip dari majalah Jakarta Jakarta, di Tasikmalaya Kho Ping Hoo mendapat kepercayaan dari seorang pengusaha yang bergerak di bidang jasa angkutan barang. Kariernya terus menanjak sampai akhirnya diangkat menjadi ketua serikat pengusaha jasa angkutan barang se-Tasikmalaya. Berbeda dengan dua kota sebelumnya yang sempat ia singgahi sebentar, di salah satu kota di Priangan Timur yang tenang itu ia kerasan hingga tinggal cukup lama, yakni enam tahun dari 1958 sampai 1964. Di sana pula minat lamanya pada dunia tulis-menulis mulai timbul lagi dan berkembang. Bersama para penulis lokal kota tersebut, ia mendirikan majalah Teratai yang dijadikan wadah bagi komunitas penulis. Untuk mendorong penjualan Teratai, mereka punya ide untuk memuat cerita-cerita silat yang waktu itu diminati masyarakat. Kho Ping Hoo lalu menghubungi Oej Kim Tiang, seorang penulis dan penerjemah cerita silat yang sudah terkenal untuk menyumbangkan karyanya. Namun permintaan tersebut ditolak si penulis. “Karena Oej Kim Tiang menolak permintaannya, ia mencoba menulis sendiri—bukan menerjemahkan seperti Oej Kim Tiang, karena ia tidak menguasai bahasa Tionghoa dengan baik,” tulis Sobarie dalam harian Pikiran Rakyat edisi 10 November 2014. Setelah itu lahirlah karya cerita silat bersambungnya yang pertama, Pedang Pusaka Naga Putih Pek Liong Pokiam pada 1958. Karya ini disukai pembaca, lalu menyusul berturut-turut cerita lain yang diterbitkan oleh Penerbit Analisa, Jakarta, seperti Si Teratai Merah 1959, Sepasang Naga Berebut Mustika 1960, Pendekar Bodoh 1961, Pedang Ular Merah 1962, Pendekar Sakti 1962, dan Pedang Penakluk Iblis 1962. Menyadari karya-karyanya laris manis di pasaran, Kho Ping Hoo yang punya pengalaman sebagai pedagang, segera mengambil peluang ini dengan mendirikan perusahan percetakan umum bernama Jelita. Sejumlah karyanya yang pernah diterbitkan di majalah Selecta, Monalisa, dan Roman Detektif, ia kumpulkan dan terbitkan sendiri. Namun usahanya lewat Jelita terpaksa berumur pendek, karena pada 1963 Tasikmalaya dilanda kerusuhan rasial yang banyak memakan korban warga keturunan Tionghoa, termasuk dirinya yang kehilangan sejumlah harta yang ia kumpulkan selama bertahun-tahun di kota tersebut. Setahun setelah kerusuhan, ia memutuskan untuk meninggalkan Tasikmalaya dan pindah ke Solo . Meski harta benda habis dan sejak zaman Jepang berkali-kali dirundung kekacauan di perantauan, ia tak lantas putus asa. Di Solo, ia mencoba bangkit dan menata kembali hidupnya. Kho Ping Hoo terus menulis dan bersama anak-anaknya mendirikan bisnis percetakan dan penerbitan bernama CV Gema pada tahun juga Usaha Menyilatkan Dunia dan Menduniakan Silat Cerita-Cerita Panas Motinggo Busye yang Mengungkit Syahwat Masa Kejayaan Si Pendekar “Ia lebih hebat dari saya. Ia tidak dapat membaca aksara Cina, tetapi imajinasi dan bakat menulisnya luar biasa. Ceritanya asli dan khas, sangat sulit ditandingi,” ujar Gan Kok Liong, maestro penerjemah cerita silat Cina dalam Bayang Baur Sejarah Sketsa Hidup Penulis-penulis Besar Dunia 2003 karya Aulia A. Muhammad. Sepanjang kiprahnya menulis cerita silat, dalam catatan Nana Suryana Sobarie dalam artikel “Reproduksi Buku Kho Ping Hoo” Pikiran Rakyat edisi 10 November 2014, Kho Ping Hoo menulis 152 judul buku yang terdiri dari 127 cerita silat berlatar Tiongkok, dan 25 cerita silat berlatar Indonesia Jawa. Sedangkan Leo Suryadinata menyebut angka 180 judul buku. Terlepas dari perbedaan angka tersebut, semua karya Kho Ping Hoo laris di pasaran. Permintaan yang luar biasa banyak dari konsumen dapat dipenuhi oleh CV Gema yang dijalankan oleh Kho Ping Hoo dan anak-anaknya. Mereka menerapkan kontrol ketat dalam memproduksi dan memasarkan buku produksinya. Bapak dan anak ini mengerjakan banyak hal, mulai dari menulis, menyunting, merancang, mencetak, hingga mendistribusikannya ke agen atau toko buku yang ada di kota-kota besar di Indonesia. “Cerita-cerita silat Kho Ping Hoo digarap lewat metode kejar tayang. Tidak ada karya Kho Ping Hoo yang diluncurkan ke publik sesudah ceritanya selesai ditulis; semuanya digarap jilid demi jilid lewat model kerja paralel,” tulis Sobarie. Ia menambahkan, meski dikerjakan dengan cara seperti itu, tapi Kho Ping Hoo hampir tidak pernah mengalami kendala teknik yang berarti. Hal tersebut menurut Bunawan, salah seorang ahli waris Kho Ping Hoo seperti dikutip Sobarie, karena ia memiliki ringkasan cerita yang tengah dikerjakan. Ringkasan tersebut dibuat berdasarkan bagian atau jilid yang sudah selesai. Di sana terdapat nama-nama tokoh, asal-usulnya, ciri fisiknya, sifat-sifatnya, atribut yang dipakainya, dan lain-lain. Dengan cara seperti itu, karya Kho Ping Hoo yang rata-rata tiap judul berjumlah 30 jilid dan berisi berbagai nama tokoh, nama tempat, waktu, dan peristiwa, dapat dihindarkan dari kekeliruan dan tumpang tindih penulisan. Menurut Sobarie, secara garis besar semua cerita silat Kho Ping Hoo berbicara tentang kewajiban utama manusia dalam hidupnya, yaitu mencegah dan membasmi kejahatan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Marcel Bonneff dalam Komik Indonesia 2001 yang menulis bahwa dalam cerita silat, pendekar sejati ditakdirkan menjalani kehidupan yang berbeda dengan manusia kebanyakan, yakni membela kebenaran dan keadilan sebuah tugas yang melekat pada dirinya. “Tugas membela kebenaran dan keadilan tidak mengenal ikatan ruang dan waktu, ia wajib menyelesaikan segala persoalan itu. […] Satu hal yang tidak terhindarkan, tugas seorang pendekar teramat dekat dengan kematian karena takdir hidupnya memang mesti dilalui dengan jalan pedang, membunuh atau terbunuh,” tulisnya. Dan para pendekar dalam cerita silat Kho Ping Hoo tak lepas dari nalar tersebut. Setiap saat mereka harus berhadapan dengan persoalan-persoalan ketidakadilan yang harus mereka menangkan. Di lapangan bisnis, seperti halnya para pendekar tersebut, karya-karya Kho Ping Hoo berhasil memikat dan memenangkan hati para pembacanya. Dalam Kho Ping Hoo & Indonesia 2012 yang disunting oleh Ardus M. Sawerga, Kho Ping Hoo mengungkapkan alasannya kenapa ia banyak menulis cerita silat, yaitu untuk mencurahkan hati dan melepaskan persoalan penindasan yang ada di dalam batinnya. Hal tersebut kiranya timbul karena hampir sepanjang hidupnya ia didera berbagai peristiwa yang merawankan perasaannya, mulai dari zaman Jepang, revolusi, sampai kerusuhan rasial yang meletus pada 1963 di Tasikmalaya dan menyeretnya untuk terus-menerus berpindah tempat tinggal. “Dalam kehidupan sehari-hari saya sering menjumpai ketidakadilan, penindasan, dan kerakusan, tapi saya hanya bisa marah dalam hati. Untuk mengkritik saya tidak memiliki keberanian. Lewat cerita silat saya bisa mengkritik tanpa harus menyakiti perasaan siapapun,” tuturnya. Lewat para pendekar yang hidupnya dilalui dengan jalan pedang, ia hendak mengajak para pembacanya bukan lewat silatnya, melainkan melalui kehidupan para tokohnya, suka duka kehidupannya dalam menghadapi, mempelajari, menyelidiki, dan menanggulangi persoalan ketidakadilan yang terjadi di 22 Juli 1994, tepat hari ini 24 tahun yang lalu, Kho Ping Hoo meninggal di Tawangmangu. Pendekar itu telah mengakhiri jalan pedangnya. - Humaniora Penulis Irfan TeguhEditor Nuran Wibisono CersilKho Ping Hoo cerita silat kho ping hoo komik silat kho ping hoo bu, silat mandarin full kangzusi com, kho ping hoo kangzusi com, sonny ogawa cersil silat online karya seperti kangzusi com Dunia Kangouw dan dewi kz info serta beberapa buku koleksi sendiri Sebagai salah satu penggemar cersil Kho Ping Hoo bagi saya tidak hanya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Lanjutan Si Pedang TumpulKarya Kho Ping HooDiupload ANDU di IndozoneEbook oleh Dewi KZ http// 1. Sepasang Iblis Penggali MayatGaris puncak-puncak gunung di barat itu nampak jelas, seolah ada Tangan Ajaib yang membuat goresan rimbun daun pohon-pohonan di sekitar puncak nampak, juga lembah dan ngarai, tonjolan bukit dan lekuk jurang. Makin ke bawah, hutan-hutan itu nampak semakin nyata dan semakin hijau, berbeda dengan yang di dekat puncak, yang berwarna kebiruan dan terkadang disembunyikan di balik tirai awan tipis. Matahari senja yang mendatangkan kecerahan pada puncak-puncak gunung itu, seolah sang matahari sebelum menghilang di balik sana untuk menunaikan tugas di belahan bumi yang sana, ingin meninggalkan kesan yang sinar matahari yahg dipantulkan awan basah di udara melukiskan lengkung pelangi di sebelah setengah lingkaran, mengingatkan kita pada dongeng kuno bahwa lengkung pelangi itu merupakan tangga para bidadari yang hendak turun ke bumi! Kadang-kadang nampak serombongan burung melintasi langit, bergerak-gerak membentuk garis yang aneh, ada kalanya nampak seperti bentuk seekor naga yang sedang melayang-layang. Dari barat nampak mahluk terbang yang bukan burung, namun yang terbangnya demikian laju, menuju ke timur, menyongsong kegelapan di timur. Kalau segala macam burung beterbangan pulang ke sarang mereka setelah sehari penuh bekerja mencari makan, binatang kelelawar itu sebaliknya meninggalkan sarang untuk mulai bekerja! Mereka bekerja di malam hari dan tidur di siang muda yang berdiri di lereng itu menghadap ke barat, seperti terpesona, seolah merasa dirinya tenggelam ke dalam suasana yang hening dan indah itu, suasana yang agung dan dalam. Seluruhnya merupakan kesatuan yang tak terpisahkan bahkan dirinya menjadi sebagian dari pada kebesaran alam itu. Tidak ada satupun yang kurang, tidak ada pula yang pas, sebuah keadaan sempurna tanpa kemarin tanpa esok. Semua menuju ke mulut kegelapan yang sudah siap untuk menelan segala yang nampak, kegelapan sang ltu menghela napas panjang dan terdengar suaranya seperti rintihan lirih, bersama helaan napasnya."Tuhan Maha Besar ........!" dan dipejamkan kedua matanya sejenak dengan hati penuh haru dan rasa syukur kepada Sang Maha Kuasa atas segala kurniah yang telah dirasakannya sampai saat itu. Kemudian dia teringat bahwadia harus melanjutkan perjalanan, menuju ke puncak di depan itu, yaitu di Pek-in-kok Lembah Awan Putih di pegunungan Ho-lan-san melanjutkan langkahnya, dia menoleh ke timur dan nampaklah sungai Kuning Huang-ho yang panjang seperti seekorular naga. Nampak pula genteng rumah-rumah pedesaan sepanjang lereng dan kaki bukit, juga samar-samar nampak pula kota Yin-coan di tepi sungai itu. Kembali, dia menghela napas panjang. Baru dua tahun lebih dia meninggalkan tempat ini, dan waktu yang hampir seribu hari lamanya itu kini terasa seperti baru kemarin dulu saja. Betapa cepatnya sang waktu terbang lalu kalau tidak dia akan nasihat mendiang ibunya tentang waktu."Waktu lewat dengan cepatnya, hidup adalah waktu yang cepat berlalu, oleh karena itu, isilah waktu yang singkat itu dengan perbuatan yang bermanfaat bagi manusia dan dunia, anakku." Kembali dia menghela napas, lalu melanjutkan mendaki lereng menuju Lembah Awan Putih di ada orang melihatnya pada waktuitu, dia tentu akan terkejut dan heran melihat ada orang dapat mendaki lereng sedemikian cepatnya. Nampaknya dia melangkah biasa saja, namun tubuhnya meluncur cepat ke depan seperti terbang! Sekali melangkah, tubuhnya meluncur sampai dua tiga pemuda itu mahir ilmu berlari cepat seperti terbang, sebelum malam tiba dia sudah sampai di tempat yang Awan Putih! Tempat yang amat dikenalnya, pernah menjadi kampung halamannya selama bertahun-tahun. Dan kini dia berdiri di depan sebuah pondok yang reyot karena tidak terpelihara. Pondok itu dikepung tumbuhah-tumbuhan yang lebat, bahkan tumbuh-tumbuhan merayap sampai memenuhi gentengnya."Suhu guru ......," pemuda itu mengeluh, hatinya kecewa karena keadaan pondok itu jelas menunjukkan bahwa gurunya tidak kembali ke pondok itu, bahwa dia tidak akan bertemu gurunya di tempat itu seperti yang diharapkannya semula. Kini semakin yakin hatinya bahwa kekecewaan menjadi ekor dari keinginan dan harapan. Hanya dia yang tidak mempunyai keinginan dan harapan apapun, akan bebas dari pada kekecewaan. Akan tetapi, mungkinkah manusia hidup tanpa keinginan dan harapan? Dia meninggalkan pondok tanpa mencoba untuk membuka daun pintu yang reyot itu. Dengan langkah cepat diapun menuju ke utara di mana dahulu jenazah dua orang gurunya yang lain dimakamkan. Dia ingin melihat kuburan itu sebelum gelap, dan untuk menghormati makam kedua orang gurunya, diperjalanan mendaki bukit tadi dia telah mengumpulkan banyak bunga, terutama mawar. Dia tidak dapat meniru kebiasaan orang Han yang menghormati makam leluhur dengan upacara sembahyang dan penyuguhan korban berupa masakan-masakan dan makanan. Ibunya mengajarkan kepadanya bahwa yang wajib dipuja dan disembah hanya Tuhan Yang Maha ke makam hanya untuk membuktikan bahwa dia selalu masih teringat akan kebaikan guru-gurunya, masih menghormati mereka yang sudah tiada, dan perasaan sayang itu dinyatakan dengan penaburan bunga dan membersihkan makam, dan doa-doa yang disampaikan adalah doa permohonan kepadaTuhan agar roh dua orang gurunya mendapat pengampunan dari Tuhan Yang Maha maklum bahwa sembahyangan di depan makam dengan mengorbankan masakan-masakan itupun mungkin memiliki tujuan yang sama, untuk menyatakan rasa kasih sayang merekakepada yang mati. Akan tetapi hal itu dianggapnya berlebihan, karena pada akhirnya mereka yang menyuguhkan makanan itu yang akan menghabiskan makan itu sendiri. Sungguh merupakan bentuk prihatin yang amat aneh baginya, bertentangan dengan perasaannya, oleh karena itu, dia tidak sanggup dia berdiri di depan dua buah makam itu dan dia terbelalak, wajahnya berubah pucat. Jelas nampak betapa dua buah makam itu telah dibongkar orang! Agaknya perbuatan itu belum lama dilakukan orang. Tanah yangdigali itu masih baru. Dan kedua buah peti mati itupun sudah terbuka! Dia menghampiri dan menjenguk isi berserakan, akan tetapi yang amat mengejutkan hatinya, kedua peti mati itu hanya berisi tu langtulang saja, tidak ada tengkoraknya! Tengkorak kedua orang gurunya telah lenyap! "Ya Allah, siapa yang melakukan perbuatan terkutuk ini? Kejam benar ........," Dia berlutut dan menutupkan kembali kedua buah peti itu, akan tetapi tidak menimbunkan tanah kembali karena dia akan mencari dulu dua tengkorak suhunya untuk dikembalikan ke tempat semula, di dalam peti tetapi ke mana dia harus mencari? Malam mulai datang menyelimuti bumi. Dia teringat bahwa nanti bulan akan muncul dan melihat iangit demikian terang, malam nanti amat cerah. Dia akan melakukan penyelidikan kalau bulan telah bersinar langkah gontai pemuda itu kembali ke pondok. Di dalam keremangan cuaca senja, tubuhnya nampak tinggi tegap dan gagah. Langkahnya gontai, lentur seperti langkah seekor harimau. Tubuhnya yang tegak dengan bahu yang bidang. Di punggungnya terikat sebuah buntalan pakaian yang bentuknya agak panjang, memudahkan orang menduga bahwa dalam buntalan itu terdapat pula sebatang pedang dengan sarungnya. Pakaiannya sederhana sekali, dari kain tebal yang awet berwama biru, sepatu hitam, dan kepalanya tertutup sebuah caping lebar seperti yang biasa dipakai para petani di daerah dia tiba di depan pondok. Dibukanya pintu itu. agak sukar karena macet. Dia mengerahkan sedikit tenagadan daun pintu itu terbuka. Cuaca belum gelap benar sehingga di masih dapat melihat keadaan dalam pondok. Wajahnya keadaan dalam pondok itu cukup bersih dan perabot rumah yang dahulu masih lengkap. Ada bangku, ada meja, bahkan dipan kayu di situ, lima buah banyaknya, masih baru ditinggal kemarin saja, dia menghampiri sudut di mana terdapat sebuah meja besar dan ternyata di situ masih terdapat banyak lilin. Juga alat pembuat api masih dinyalakannya tiga batang lilindan ditaruh di atas meja di tengah ruangan. Kini, cahaya tiga batang lilin besar itu cukup terang, menyinari Wajahnya ketika dia duduk termenung di atas bangku, menghadap lilin di atas meja setelah membersihkan debu dari bangku dan meja dengan sebuah sapubulu seorang laki-laki yang masih muda. Duapuluh dua atau dua puluh tiga tahun usianya. Kulit muka, leher dan tangannya gelap, akan tetapi tidak hitam sekali , seperti kulit petani yang setiap hari ditimpa sinar matahari. Wajahnya tampan dan .gagah. Dahinya lebar, alisnya hitam tebal berbentuk golok, matanya tidak sipit, lebar bersinar tinggi, agak besar, bersama mulutnya yang berbibir tebal membayangkan keteguhan hati. Dagunya juga berlekuk dan keras. Muka itu bersih, tidak ditumbuhi jenggot dan kumis karena selalu dicukurnya. Wajah seorang pemu da yang Sin Wan. Sin Wan begitu saja, tanpa nama keturunan karena mendiang ayahnya adalah seorang Uighur Kasak bemama Abdullah, dan ibu kandungnya seorang wanita cantik berbangsa Uighur pula, beragama lslam, bernama Jubaedah. Ayah kandungnya terbunuh oleh seorang datuk sesat bernama Se Jit Kong yang berjuluk Si Tangan Api, seorang Kasak yang sakti dan ayah kandungnya terbunuh, dia masih dalam kandungan ibunya dan untuk menyelamatkan kandungannya itulah ibunya yang cantik jelita, rela diperisteri Si Tangan menjadi isteri datuk itu. Jubaedah disebut Ju Bi Se Jit Kong ' yang berdarah campuran itu ingin mengangkat namanya dl dunia kang-ouw, maka dia menggunakan nama bangsa Jit Kong yang ingin menonjolkan kesaktiannya, telah melakukan perbuatan yang berlebihan. Tidak saja dia menantang dan mengalahkan banyak tokoh pendekar di dunia persilatan, juga dia bahkan mencuri banyak pusakaistana kaisar. Hal ini menggegerkan dunia kangouw dan para tokoh kangouw, juga kaisar sendiri, minta pertolongan Sam-sian, tiga orang datuk besar dunia persilatan, untuk mencari Se Jit Kong dan merampas kembali pusaka-pusaka istana Tiga Dewa berhasil merampas kembali pusakapusaka itu dan Se Jit Kong yang dikalahkan Sam-sian, membunuh diri. Setelah Se Jit Kong tewas, barulah Jubaedah membuka rahasia kepada Sin Wan. Anak laki-laki yang sampai usia sepuluh tahun menganggap Se Jit Kong sebagai ayah kandungnya itu baru tahu bahwa Se Jit Kong sama sekali bukan ayahnya, bahkan pembunuh ayah kandungnya! Dan setelah membuka rahasia ini, Jubaedah juga membunuh diri di depan mayat kenangan ini terbayang dalam benak Sin Wan ketika dia duduk termenung memandangi api lilin. Setelah Se Jit Kong dan ibu kandungnya tewas, dia menjadi yatim piatu dan menjadi murid Sam-sian yang terdiri dari tiga orang, yaitu Ciu Sian Dewa Arak Tong Kui, Kiam-sian Dewa Pedang Low Sun, dan Pek-mau-sian Dewa Rambut Putih Thio Ki. Dia diajak Sam-sian menyerahkan pusaka-pusaka kepada diberi hadiah, Kiam-sian memilih pedang tumpul yang kemudian diberikan kepada Sin di kota raja inilah, Sam-sian mendapatkan murid baru, seorang anak perempuan bernama Lim Kui Siang, yatim piatu karena orang, tuanya yang bangsawan pengurus gudang pusaka dibunuh Se Jit Kong ketika datuk ini mencuri merasa kasihan dan menerima Kui Siang menjadi murid Wan menghela napas panjangketika dia teringat akan semua itu. Ketika bertanding melawan Bi-coa Sianli Dewi Ular Cantik Cu Sui In, seorang tokoh sesat wanita yang amat lihai, Kiam-sian dan Pek-mau-sian tewas, dan wanita cantik itu terluka parah. Ciu Sian tidak membunuhnya dan membiarkannya pergi. Semenjak itu, Ciu Sian menggembleng Sin Wan dan Kui Siang dengan ilmu simpanan, yang dirangkai oleh Sam-sian, dan dinamakan Sam-sian Sin-ciang Tangan Sakti Tiga Dewa. Kemudian, Ciu Sian menyuruh kedua orang muridnya turun gunung setelahmenyatakan keinginannya agar kedua orang murid berjodoh."Sumoi adik seperguruan ........," Sin Wan mengeluh ketika dia teringat kepada Kui Siang. Mereka saling mencinta, akan tetapi kemudian tanpa disengaja, gadis itu mengetahui bahwa dia adalah anak tiri dan juga murid mendiang Se Jit Kong, musuh besar gadis itu yang telah menghancurkan Siang marah dan meninggalkannya, memutuskan perhubungan di antara mereka. Gadis itu tentu kini telah menjadi pengawal pribadi Pangeran Yung Lo di Peking, seperti yang ditawarkan oleh pangeran itu kepadanya. Dia telah kehilangan sumoinya, gadis dan wanita pertama yang dia kehilangan pula gurunya yang terakhir, biarpun guru tak resmi. Juga seorang yang amat dihormati dan dikasihinya, yaitu Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki. Dia ditinggalkan kakek itu yang merasa tidak senang pula mendengar bahwa dia adalah putera tiri mendiang Se Jit Kong yang amat telah kehilangan segalanya dan dalam keadaan patah hati itu dia berkunjung ke lembah ini, Lembah Awan Putih, untuk mencari gurunya yang tinggal seorang, seorang di antara Sam-sian, yaitu Dewa pengalaman itu terbayang dalam ingatan Sin Wan, membuat dia termenung. Akan tetapi ketika bayangan itu tiba pada waktu dia berkunjung ke depan makam mendiang Kiamsian dan Pek-mau-sian, dia segera sadar dari kedua orang gurunya tercinta itu dibongkar orang, dan tengkorak mereka dicuri orang! Dia sadar sepenuhnya kini, telah meninggalkan dunia lamunannya. Seketika lenyap pula semua kedukaan yang tadi menggerogoti hati dan bagaikan sinar terang yang mengusir kegelapan yang tadi menyelubungi batinnya, kini nampaklah jelas olehnya bahwa semua kesedihan, semua rasa duka hanya merupakan permainan dari pikirannyasendiri belaka. Pikiran yang mengenang masa lalu, menghubungkan dengan bayangan masa depan, menimbulkan kemuraman dari iba diri, dan muncullah rasa duka nestapa. Seolah-olah di dunia ini hanya dia seorang yang hidup menderita kedukaan. Duka timbul akibat kecewa, akibat iba diri, dan semua ini hanyalah ulah pikiran yang mengenang masa lalu telah lewat, telah mati! Demikian dia berbisik sambil mengepal tinju. Masa depan hanya bayangan! Yang penting sekarang, saat ini! Hidup adalah saat demi saat yang harus dihadapi dengan tabah, yang harus dihadapi dengan waspada, menempuh segala macam tantangan dan tantangan, berusaha sedapat mungkin untuk mengatasinya! Itulah hidup. Bukan membiarkan diri tenggelam ke dalam kenangan pahit masa lalu dan bayangan menggelisahkan masa merupakan perjuangan menghadapi setiap tantangan. Tidak lari dari kenyataan, melainkan menghadapi tantangan dan berusaha menanggulanginya, mengatasinya, itulah seni kehidupan! Didasari penyerahan kepada Yang Maha Kuasa, maka segala sesuatu dapat dihadapinya dengan hal hanya dapat terjadi atas kehendak Tuhan! Sesal dan duka tiada gunanya. Berusaha sedapat mungkin, akan tetapi menyerahkan keputusan terakhir kepada Allah Maha Wan bangkit dari bangkunya, melangkah ke pintu depan. Dia membuka daun pintu dan angin berembus masuk, memadamkan tiga batang lilin yang menyala di atas karena padamnya lilin justeru mempertajam cahaya bulan yang sudah muncul. Sin Wan memasuki kembali pondok yang kini remang-remang, mengeluarkan sebatang pedang dari dalam buntalan pakaian yang tadi dia letakkan di atas meja dan mengikatkan sarung pedang di itu merupakan pedang yang sarung dan gagangnya nampak butut dan jelek, walaupun bersih dan pedang yang butut, dan kalau dihunus, orang akan mentertawakannya. Bukan hanya sarung. dan gagangnya yang butut, akan tetapi pedang itu sendiripun jelek dan sama sekali tidak buatannya kasar seperti pedang yang belum jadi, belum matang ditempa, juga pedang itu tidak tajam dan tdak runcing, melainkan tumpul. Pedang tumpul! Namun pemiliknya merawatnya degan hati-hati, menganggapnya sebagai sebuah pusaka yang ampuh, dan memang kenyataannya, pedang yang tumpul dan burukrupanya itu adalah sebatang pusaka kuno yang ampuh. Sin Wan mendapatkannya dari mendiang Kiam-sian, sebagai hadiah dari Kaisar Thai Cu karena Sam-sian telah berhasil merampas kembali pusaka-pusaka istana yang dicuri mendiang Se Jit Wan keluar dari pondok, menutupkan kembali daun pintu dan mulailah dia melakukan penyelidikan di bawah sinar bulan yang cukup terang. Sinar bulan sepotong di langit bersih mendatangkan cahaya yang kehijauan, redup akan tetapi cukup terang, nyaman dan sejuk. Ujung daun-daun pohon nampak berseri bermandikan cahaya bulan. Dia segera menuju ke makam kedua orang gurunya. Begitu dia tiba di situ, tiba-tiba dia mendengar suara berciutan sambung menyambung. Suara apakah itu? Dia menoleh ke kiri karena dari sanalah datangnya suara itu. Seperti suara burung mencuit-cuit nyaring. Akan tetapi, malam-malam begini mana ada burung berkicau? Dia sudah mengenal suara burung malam, burung hantu, dan tidak ada burung malam yang suaranya seperti itu."Culiiiiiit .......! Cuiiiiittt .........!!"Suara itu berulang terus dan Sin Wan cepat menghampiri ke arah suara. Suara itu semakin nyaring dan kini dia dapat menangkap suara desir angin pukulan yang dahsyat! Tentu saja dia terkejut dan heran. Dia kini menyelinap dan menyusup di antara pohon dan semak belukar, menghampiri tempat itu dan yang dilihatnya membuat Sin Wan terbelalak. Banyak pohon roboh seperti ditebang di tempat itu, dan pohon-pohon itu berserakan. Tempat itu kini terbuka seluas tidak kurang dari limabelas tombak kali duapuluh tombak, dan tempat itu cukup terang karena tidak terhalang sinar bulan. Di sudut kanan dan kiri, terpisah antara sepuluh tombak, nampak tumpukan tengkorak! Ada puluhan buah tengkorak manusia besar kecil tertumpuk di situ, menjadi dua tumpukan bukit kecil dan di atas masing-masing bukit tengkorak itu duduk bersila seorang kakek dan seorang nenek! Sungguh amat menyeramkan keadaan di situ walaupun kakek dan nenek itu wajahnya tidak menyeramkan. Bahkan kakek itu masih memiliki wajah yang tampan, dan nenek itupun masih cantik walaupun usia mereka sudah sekitar enampuluh tahun. Tubuh kakek itu masih tinggi tegap dengan pakaian serba putih, juga nenek itu masih ramping dalam pakaian yang serba putih pula. Pakaian mereka terbuat dari sutera halus yang mengkilat tertimpa sinar bulan yang aneh dan menyeramkan hanya wama muka itu mukanya merah seperti dicat atau dilumuri darah, sedangkan muka wanita itu putih pucat seperti muka Wan memandang dengan jantung berdebar. Bukan keadaan kakek dan nenek itu yang membuat hatinya tegang, akan tetapi cara mereka berlatih. Kedua orang itu duduk di atas tumpukan tengkorak, seperti patung. Akan tetapi, kedua tangan kedua mereka bergerak saling dorong dari jarak jauh dan dari kedua telapak tangan mereka itulah keluar suara bercuitan tadi! Dan angin pukulan menyambar dari tangan mereka. Kiranya mereka itu sedang latihan ilmu pukulan jarak jauh yang amat kuat dan Sin Wan akan keterangan Pek-sim Lo-kai Pengemis Tua Hati Putih Bu Lee Ki bahwa di dunia kang-ouw terdapat banyak tokoh yang amat lihai. Banyak terdapat para datuk yang memiliki ilmu kepandalan tinggi. Dan di antara mereka memang terdapat dua aliran, yaitu aliran putih dan aliran hitam, atau mereka yangmenjadi pendekar dan mereka yang menjadi penjahat. Bahkan sifat-sifat ilmu merekapun dapat dijadikan tanda apakah tokoh itu termasuk golongan sesat ataukan golongan pendekar. Dia pernah mendengar pula tentang ilmu pukulan yang mengandung hawa beracun, dan melihat cara kedua orang ini berlatih, dia dapat menduga bahwa mereka tentulah termasuk golongan sesat yang lihai sekali! Agaknya kedua orang itu telah menghentikan latihan saling pukul dari jarak jauh. Sin Wan melihat ke arah tengkoraktengkorak itu danteringatlah dia akan dua buah tengkorak mendiang Kiam-sian dan Pek-mau-sian. Kedua buah tengkorak itu lenyap. Siapalagi kalau bukan dua manusia iblis ini yang telah mengambilnya? Tentu dua buah tengkorak guru-gurunya berada di antara tumpukan tengkorak itu. Hatinya terasa panas. Kurang ajar, pikimya. Dua orang itu sungguh tidak memiliki prikemanusiaan. Mempelajari ilmu dengan cara merusak kuburan orang, bahkan mengambil tengkorak orang untuk dijadikan tempat latihan. Keji sekali! Terdengar suara tawa yangsungguh menyeramkan. Tawa yang tinggi merdu, melengking nyaring seperti bukan suara manusia. Ketika Sin Wan memandang, dia bergidik. Wanita itulah yang bersuara karena ia menggerak-gerakkan kepala dan pundaknya, akan tetapi anehnya, mulut dan muka yang pucat itu sama sekali tidak bergerak, seolah muka itu tersembunyi di balik topeng."Hi..hi..hi..hik, Ang-ko kakak Merah, ternyata engkau tidak dapat melebihi aku dalam penggunaan ilmu Toat-beng Tok-ciang Tangan Beracun Pencabut Nyawa! Jangan katakan bahwa engkau lebih unggul, Ang-ko!"Kakek itu tidak tertawa, juga wajahnya yang merah darah itu sama sekali tidak bergerak, seperti topeng. Mulutnya juga tidak bergerak ketika terdengar suaranya, "Huh, Pek-moi adik Putih, kita sedang memperdalam ilmu untukmenghadapi musuh-musuh dan merebut kedudukan tertinggi di dunia persilatan, tidak perlu kita saling mengungguli. Kita maju bersama, hidup berdua dan mati bersama. Agaknya Toat-beng Tok-ciang yang kita latih sudah cukup dapat diandalkan, hanya ilmu kita Touw-kut-ci Jari penembus tulang yang belum memuaskan hatiku. Kita harus latih lagi dengan tekun."Keduanya tidak nampak bergerak, akan tetapi tahu-tahu tubuh mereka melayang turun dari atas tumpukan tengkorak dan dalam keadaan masih bersila mereka kini pindah ke atas tanah. Diam-diam Sin Wan terkejut. Kedua orang itu agaknya tidak hanya lihai dalam ilmu pukulan jarak jauh, akan tetapi juga telah memiliki ginkang tingkat tinggi sehingga dalam keadaan duduk bersila, tubuh mereka mampu melayang dan berpindahtempat! Kini keduanya mengambil tengkorak satu demi satu, dan melempar setiap tengkorak ke atas Ketika tengkorak itu melayang turun, mereka menyambut dengan tusukan jari tangan mereka. Jari mana saja yang mereka pergunakan untuk menyambut, tentu dapat menembus tengkorak sehingga seluruh lima jari tangan dipergunakan tangan kanan, lalu latihan itu diganti dengan tangan kiri. Kedua orang itu seperti berlumba dan ternyata keduanya sama tangkas dan sama mengertilah Sin Wan mengapa tengkorak-tengkorak itu berlubang-lubang. Kiranya dipergunakan untuk latihan ilmu menotok dengan jari yang amat lihai. Dia mengerutkan alisnya, membayangkan betapa tengkorak kedua orang gurunya juga dijadikan bulan-bulan latihan jari tangan kasihan sekali, sudah mati masih diganggu oleh golongan sesat! Tiba-tiba terdengar wanita itu mengeluarkan pekik aneh dan sebuah tengkorak yang tadi disambut tusukan jari tangannya, tidak tertembus dan menggelinding di dekat kakinya."Huh, engkau gagal, Pek-moi? Sungguh memalukan sekali!"kakek itu menegur ketika dia melihat rekannya itu gagal menembus tengkorak itu dengan jari itu memungut tengkorak tadi dengan tangan kirinya, lalu diperiksanya dengan teliti."Heei, Ang-ko. Tengkorak inibelum ada lubangnya, berarti masih baru. Dan keadaannya sungguh berbeda dengan tengkorak biasa. Keras bukan main sehingga tidak tertembus jari tanganku!""Masih baru? Hemm, dari mana kita memperoleh tengkorak paling akhir?" tanya Ang Bin Moko Iblis MukaMerah sambil menyambut tengkorak yang dilemparkan kepadanya oleh Pek Bin Moli Iblis Betina Muka Putih."Bukankah dari dua buah makam di Lembah Awan Putih sebelah itu? Baru tiga hari kita membongkar makam dan mengambil tengkorak dari sana."Huh, benar! Aku ingat sekarang. Ada dua buah tengkorak kita ambil. Coba cari yang sebuah lagi, Pek-moi!"Pek Bin Moli segera mencari tengkorak kedua di antara tumpukan tengkorak itu. Tidak sukar menemukannya karena tengkorak baru ini belum berlubang seperti tengkoraktengkorak lainnya."Ini dia! Wah, yang ini juga keras sekali, dan tentunya agak aneh, menonjol ke belakang!" teriak wanita itu tanpa menggerakkan Wan yang mengintai, mendengarkan dengan jantung berdebar. Tak salah lagi. Dua tengkorak Yang mereka anggap aneh dan keras itu pastilah tengkorak kedua orang gurunya, dan tengkorak yang bagian belakangnya menonjol pastilah tengkorak mendiang Pek-mau-sian Dewa Rambut Putih. Dia melihat betapa kakek dan nenek itu berulang-ulang mengerahkan tenaga dan mencoba untuk melubangi tengkorak itu dengan jari tangan mereka, akan tetapi agaknya usaha mereka sia-sia belaka."Aih, Ang-ko, kenapa kita tidak berhasil melubangi tengkorak-tengkorak ini? Apakah latihan kita selama ini kurang berhasil?" nenek itu berseru, suaranya mengandung kekecewaan."Tidak, Pek-moi. Buktinya, tengkorak yang lain dengan kita tembusi dengan jari tangan kita. Dua buah tengkorak ini memang istimewa. Aku dapat menduga bahwa dua buah tengkorak ini tentu milik dua orang yang sakti, dan latihan tenaga sakti telah meresap ke dalam tengkorak ini sehingga menjadi keras. Ini menguntungkan sekali, masak dua buah tengkorak ini sampai hancur menjadi bubur dan ini merupakan obat kuat yang luar biasa, dapat menguatkan tulang-tulang kita!"Mendengar ini, Sin Wan tidak dapat menahan hatinya kedua orang gurunya sudah dicuri, kini malah akan dimasak dan dijadikan obat kuat! Dia keluar dari tempat persembunyiannya."Harap ji-wi anda berdua tidak mengganggu tengkorak orang-orang yang sudah meninggal dunia."Dua orang kakek dan nenek itu terkejut dan menoleh, memandang kepada Sin Wan dengan sinar mata mengandung keheranan. Bagaimana mungkin ada seorang pemuda bersembunyi di dekat situ dan mereka sampai tidak mengetahuinya? Dari kenyataan ini saja mereka berdua yang sudah berpengalaman dapat mengetahui bahwa pemuda itu bukan orang lemah. Bagaimanapun juga, mereka berdua menjadi marah."Hei, orang muda! Siapakah engkau berani lancang menganggu kami?""Ang-ko, darahnya dapat kita pergunakan untuk menyempunakan Toat-beng Tok-ciang kita, dan. tengkoraknya yang masih basah dapat kita pergunakan pula untuk memperkuat Touw-kut-ci kita!" terdengar nenek itu melengking, Sin Wah menjura kepada dua orang yang masih bersiladi dekat tumpukan tengkorak dan terpisah cukup jauh itu."Harap ji-wi locianpwe dua orang tua gagah suka memaafkan. Saya bukan datang mengganggu, melainkan hendak mohon agar jiwi mengembalikan dua buah tengkorak mendiang guru-guru saya itu. Kalau mengembalikannya agar saya dapat mengubumya kembali, saya akan melupakan bahwa ji-wi pernah membongkar makam mereka dan mengambil tengkorak mereka.",Kakek dan nenek itu saling pandang, kemudian si nenek mengeluarkan suara tawanya yang menyeramkan."Hi..hi..hi..hi..hik, Ang-ko, dia minta dua buah tengkorak tidak kita berikan kepadanya?""Huh, engkau menghendaki tengkorak-tengkorak ini, orang muda? Nah, terimalah dan mampuslah!" Kakek itu melontarkan tengkorak di tangannya. Dua buah tengkorak itu menyambar bagaikan peluru meriam saja ke arah Sin Wan dari kanan kiri! Terdengar suara bersiut nyaring ketika dua buah tengkorak itu luncuran dua buah tengkorak itu, Sin Wan dapat menilai bahwa tenaga luncuran itu dahsyat bukan main. Kalau diamengelak atau menangkis, mungkin tengkorak-tengkorak itu akan hilang atau rusak, dan kalau dia menyambut dengan tangan, mungkin dia tidak akan mampu menahan tenaga luncuran dari kanan kiri yang amat dahsyat itu. Dia dapat berpikir cepat dan tubuhnya sudahmencelat ke atas, berjungkir balik dan dengan tubuh di atas, kedua tangannya menyambut dua buah tengkorak yang meluncur ke arahnya telah diduganya, tenaga luncuran itu kuat bukan main sehingga biarpun kedua tangannya mampu menangkap tengkorak-tengkorak itu, tenaga luncuran membuat tubuhnya terpental ke atas! Sin Wan memang sudah memperhitungkan hal ini. Dia membiarkan tubuhnya terpental ke atas, lalu membuat gerakan jungkir balik untuk mematahkan tenaga luncuran itu, kemudian dengan tenang dia melayang turun di tempat semula. Dengan sikap tenang seolah tidak pernah terjadi sesuatu, dia lalu mengeluarkan saputangan, mengikat kedua tengkorak itu dan menalikannya tergantung di buah tengkorak itu tergantung di depan Bin Moko dan Pek Bin Moli terbelalak. Mereka memang sudah menduga bahwa pemuda itu memiliki kepandaian pula, akan tetapi sama sekali tidak mengira bahwa dia selihai tadi sudah yakin bahwa sambitan tengkorak itu akan membuat pemuda itu tewas! Melihat pemuda itu sama sekali tidak tewas bahkan berhasil menerima dua buah tengkorak itu, Ang Bin Moko menjadi penasaran dan marah sekali. Dia menggerakkan kedua tangannya dan terdengar bunyi bercuitan. Itulah ilmu pukulan jarak jauh Toat-beng Tok-ciang yang tadi dilatih bersama Pek Bin Moli. Melihat ini, Pek Bin Moli seperti diingatkan saja dan nenek inipun dari tempat ia duduk bersila, menggerakkan kedua tangan memukul dengan ilmu baiknya bahwa tadi Sin Wan telah melihat kedua orang itu berlatih ilmu Toat-beng Tok-ciang, maka diapun tidak berani memendang rendah. Dia segera mengelak dengan geseran kaki yang membuat dia melangkah ke sana sini berputar-putar, kadang meloncat dan gerakannya cepat seperti burung telah menggunakan langkah ajaib yang terkandung dalam ilmunya Sam-sian Tangan Sakti Tiga Dewa, yang bersumber dari ilmu Hui-niauw-soan Langkah Berputar Burung Terbang. Dengan gerakannya yang aneh dan gesit ini, semua sambaran hawa pukulan Toat-beng Tok-ciang luput dari sasaran, apalagi kedua tangan pemuda itu mengebut ke sana sini dengan pukulan yang bersumber dari Ciu-san Pekciang Tangan Putih Dewa Arak dari kedua tangannya itu menyambar tenaga sakti yang beruap putih dan yang dapat menangkis hawa pukulan yang menyambar Sirnanya Kedukaan HatiKakek dan nenek iblis itu terkejut. Sungguh sukar dipercaya betapa seorang pemuda mampu menghindarkan diri dari serangan mereka yang menggunakan ilmu baru mereka itu! Saking kaget, heran dan penasaran, kini keduanya tidak lagi memandang rendah dan seperti tadi, tanpa nampak menggerakkan tubuh, keduanya telah melayang dan tahutahu. mereka berdua sudah berdiri berhadapan dengan Sin Wan, hanya dalam jarak tiga meter! Sin Wan memberi hormat, dengan mengangkat ke dua tangandepan dada, "Banyak terima kasih atas petunjuk ji-wi locianpwe. Sekarang perkenankan saya untuk pergi mengubur kembali peti mati kedua orang guru saya.""Tidak begitu mudah, orang muda. Katakan, siapa gurugurumu itu!" kata kakek iblis muka merah."Mereka adalah mendiang suhu Kiam-sian dan mendiang suhu Pek-mau-sian," jawab Sin Wan iblis itu mengeluarkan teriakan melengking."Iihhhhhh ........!" Ia memandang Sin Wan penuh perhatian."Dua di antara Sam-sian?""Benar, locianpwe.""Huh-huh, kalau begitu, pantas saja tengkorak mereka demikian keras. Bukan hanya tengkorak mereka yang amat berguna, juga semua tulang mereka. Orang muda, kami membutuhkan tengkorak dan tulang-tulang mereka. Berikan kepada kami dan kami akan mengampuni dan membiarkanmu pergi."Sin Wan mengerutkan alisnya. "Ji-wi locianpwe sungguh keterlaluan. Apakah kesalahan kedua orang guruku sehingga sampai mereka telah wafat dan menjadi tulang, jiwi masih ingin mengganggu mereka? Saya adalah murid mereka, sudah menjadi kewajiban saya untuk menjaga dan melindungi makam dan kehormatan mereka. Saya tidak akan menyerahkan dua buah tengkorak ini kepada ji-wi, juga tidak membolehkan mengambil tulang kerangka kedua orang suhu saya.""Bocah sombong, agaknya engkau sudah bosan hidup!" teriak nenek itu dan ia sudah menerjang Sin Wan dengan kedua tangan terbuka. Tangan kirinya mencengkeram ke arah dua buah tengkorak yang tergantung di dada Sin Wan, sedangkan,tangan kanannya mencengkeram ke arah Wan maklum betapa setiap batang jari tangan dari nenek itu mengandung kekuatan dahsyat, bukan saja kerasnya seperti baja dan dapat menembus tengkorak kepalanya, akan tetapi juga mengandung hawa beracun yang amat kelincahan gerakannya, dia mengelak dan tubuhnya bergeser ke kiri sehingga terkaman lawan ke arah dadanya untuk merampas tengkorak itu luput Akan tetapi, tangan yang mencengkeram ke arah kepalanya mengikuti gerakan kepalanya dan melanjutkan serangannya. Melihat ini, Sin Wan mengerahkan tenaga Thian-te Sin-kang Tenaga Sakti Langit Bumi dan menangkis dari samping. Pergelangan tangannya bertemu dengan pergelangan tangan wanita itu."Dukkkk!" Keduanya tergetar dan nenek itu mengeluarkan seruan kaget. Tak disangkanya bahwa pemuda itu memiliki tenaga yang dapat mengimbangi tenaganya sendiri, bahkan hawa beracun dari tangannya tidak mempengaruhinya. Kini ia menyerang lagi bertubi-tubi dengan totokan-totokan maut dari jari-jari tangannya yang mengandung ilmu Sin Wan sudah siap siaga. Dia mengelak, menangkis dan membalas serangan nenek itu sambil memainkan ilmu andalannya, yaitu Sam-sian permainan ilmu hebat ini, dia dapat mengimbangi si nenek sakti, bahkan mampu mendesaknya."Huh-huh, bocah ini akan berbahaya kelak kalau tidak dibunuh sekarang!" tiba-tiba kakek, muka merah berkata dan ketika dia bergerak, ada angin menyambar dahsyat. Sin Wan cepat melompat, ke belakang dan tangan kakek itu meluncur lewat dalam serangan totokan yang ganas Sin Wan terpaksa harusmenghadapi pengeroyokan dua orang itu. Dia masih bertahan dengan Sam-sian Sin-ciang, akan tetapi tidak mendapat kesempatan untuk membalas, dan perlahan-lahan dia terdesak. Dia teringat akan ilmu yang baru saja dia pelajari dari kakek Bu Lee Ki, maka dia mengeluarkan suara melengking dan tiba-tiba saja tubuhnya berubah menjadi gasing yang berputar cepat seperti angin puyuh! Inilah ilmu Langkah Angin Puyuh yang dia pelajari dari Peksim Lo-kai Bu Lee gerakan aneh yang membuat tubuh pemuda itu berpusing seperti itu, kakek dan nenek iblis itu menjadi tercengang dan kehilangan sasaran. Mereka sedang memainkan Touw-kut-ci, yaitu semacam ilmu menotok dengan jari tangan, membutuhkan sasaran yang tepat. Kini tubuh itu berpusing seperti gasing, membuat mereka tidak tahu ke arah mana mereka harus menujukan serangan orang itu lalu melolos senjata mereka dari kakek muka merah itu memiliki sebuah senjata golok yang punggungnya seperti gergaji, tipis dan berkilauan saking tajamnya. Begitu dia menggerakkan goloknya, terdengar bunyi nyaring berdesing dan nampak kilat nenek Pek Bin Moli mengeluarkan senjatanya yang berbentuk seekor ular! Ular yang sudah mati, panjangnya ada dua meter dan besarnya seperti lengantangannya. Ular itu agaknya telah direndam semacam racun yang membuat ular itu tetap lemas seperti hidup, ulet dan kuat dapat menahan bacokan senjata tajam, dan dari pangkal sampai ke ujung mengandung racun berbahaya. Ketika ia memutar senjatanya ini, nampak gulungan sinar hitam dan tercium bau amis yang dua orang lawannya telah, menggunakan senjata yang amat berbahaya, Sin Wan juga cepat menghunus pedangnya sambil meloncat jauh ke belakang. Dua orang itu memandang kepadanya, dan melihat pedang di tangan Sin Wan, mereka tak dapat menahan tawa ejekan mereka."Hi..hi..hi..hik, Ang-ko. Lihat, anak itu sudah gila rupanya, menghadapi kita dengan sebatang pedang rombengan!""Huh-huh, bocah ini lumayan juga, Pek-moi. Tentu darahnya amat baik untuk kita, dan ingat, jangan pandang rendah pedang itu. Dia murid Sam-sian, tentu tidak akan menggunakan pedang sembarangan."Keduanya lalu menyerang dengan ganas. Sin Wan menggerakkan pedangnya untuk melindungi tubuhnya, memainkan Jit-kong Kiam-sut Ilmu Pedang Sinar Matahari yang pernah dipelajarinya dari mendiang Kiam-sian. Ilmu pedang ini pernah mengangkat nama Si Dewa Pedang Louw Sun dan merupakan ilmu pedang pilihan. Apalagi Sin Wan mempergunakan pedang tumpul yang ampuh, maka dirinya seperti dilindungi benteng baja yang amat di tangan Ang Bin Moko dan sabuk ular di tangan Pek 8in Moli tak mampu menembus lingkaran sinar bergulung di sekeliling tubuh Sin Wan. Kedua senjata ampuh itu selalu membalik seperti tertolak perisai yang selain amat kuat, juga mengandung tenaga atau daya tolak yang luar tetapi, tentu saja Sin Wan berada dalam keadaan yang terdesak dan terancam. Dalam sebuah pertandingan, tidak mungkin seseorang hanya mengandalkan pertahanan belaka, tanpa mampu balas menyerang. Apalagi dia dikeroyok oleh dua orang yang amat lihai. Dia sama sekali tidak mampu membalas karena serangan kedua orang lawannya itu datang bertubi-tubi dan sambung menyambung, yang berikut lebih dahsyat dari pada yang lalu. Kalau hanya mengelak dan menangkis terus, tanpa mampu membalas sedikitpun, akhimya setelah kekurangan tenaga dia akan terkena juga oleh senjata orang manusia iblis itu diam-diam kagum bukan pernah mereka bermimpi bahwa hari ini mereka akan bertemu dengan seorang pemuda sehebat itu. Masih begitu muda, akan tetapi mampu menandingi pengeroyokan mereka berdua. Padahal, tadinya mereka hampir yakin bahwa mereka berdua akan mampu mengalahkan tokoh-tokoh persilatan lain dan akah berhasil merebut kedudukan sebagai jagoan nomor satu di dunia persilatan! Yang amat mengherankan mereka adalah bahwa Sam-sian sendiri dahulu belum tentu akan mampu mengalahkan mereka. Kenapa sekarang muridnya yang masih begini muda mampu bertahan sampai seratus jurus lebih terhadap pengeroyokan mereka? Mereka tidak tahu bahwa seperti juga mereka, Sam-sian telah bersama-sama merangkai iimu silat baru, yaitu Sam-sian Sin-ciang yang telah dikuasai Sin Wan sehingga dibandingkan dengan kepandaian guru-gurunya dahulu, pemuda itu kini lebih tangguh dari pada penasaran, Ang Bin Moli dan Pek Bin Moli sekarang menambahi serangan mereka dengan selingan pukulan jarak jauh mereka yang baru dilatih, yaitu Toat-beng kali mereka meloncat ke belakang, mereka melontarkan pukulan jarak jauh dan disusul oleh serangan senjata mereka dari jarak yang serangan ini ternyata merepotkan Sin bercuitan yang menyambar-nyambar itu bahkan lebih berbahaya dibandingkan sambaran kedua senjata itu. Dia memutar pedang tumpul dan juga mengerahkan tenaga Thian-te Sin-kang pada tangan kiri untuk menangkis hawa pukulan beracun yang menyambar-nyambar itu. Biarpun demikian, beberapa kali dia sempat terhuyung dan keadaan gawat. Agaknya takkan lama lagi pemuda perkasa ini akan roboh juga, tidak kuat menahan gelombang serangan Iblis Muka Merah dan Iblis Betina Muka Putih."Siiing ........!" untuk kesekian kalinya, sinar golok menyambar dahsyat ke arah leher Sin Wan. Pemuda ini yang tadinya terhuyung ketika menangkis serangan pukulan jarak jauh Pek Bin Moli, tidak sempat menangkis dan cepat merendahkan tubuh sehlngga golok itu menyambar ke atas kepalanya, nyaris membabat rambutnya. Dan pada saat itu, terdengar bunyi bersiut keras dan senjata ular panjang di tangan Pek 8in Moli menyambar ke arah pinggang pemuda Wan nampaknya tak mampu menghindar dan ular itu bagaikan hidup, telah melilit pinggang Sin Wan."Hi..hi..hik ......!" Pek Bin Moli tertawa dan menarik senjatanya yang telah membelit pinggang yang sudah nampak tidak berdaya itu. Tubuh Sin Wan tertarik, akan tetapi alangkah kaget rasa hati wanita itu ketika tiba-tiba Sin Wan yang nampak tak berdaya dan tubuhnya terbetot tadi menggerakkan pedang ke arah pergelangan tangannya yang memegang ujung sabuk ular! "Ihh .......!" Ia menarik tangannya."Brett!" Pedang tumpul menyambar ke arah sabuk itu dan ular itu terpotong menjadi dua! Gerakan pemuda itu sungguh tak pernah disangka lawan. Dia telah menggunakan ilmu yang baru saja dia pelajari dari Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki, yaitu mempergunakan tenaga "mengalah untuk menang". Nenek itu meloncat ke belakang dan wajahnya yang putih pucat itu menjadi agak kemerahan. Kemudian ia mengeluarkan suara melengking tinggi dan menggunakan sabuk yang tinggal satu meter lebih itu untuk menyerang Sin Wan terdesak. Pada saat itu, terdengar suara orang tertawa dan disusul ucapan yang gembira."Heh..heh..ho..ho..ho! Kiranya sepasang iblis tanpa malu-malu mengeroyok seorang muda. Kulihat kemajuan kalian hanya dalam kecurangan saja, dan dengan modal ini kalian ingin merajai dunia persilatan? Ha..ha..ha!"Sin Wan meloncat ke belakang dan wajahnya melihat orangnya saja dia sudah mengenal suara kini, pemilik suara itu berada di situ. Seorang kakek berusia kurang lebih enampuluh lima tahun, mukanya merah segar seperti orang mabok, perutnya gendut seperti anakanak berpenyakit cacingan, pakaiannya tambal-tambalan dan sikapnya ugal-ugalan, mulutnya tersenyum nakal."Suhu .....!!" Sin Wan berseru gembira sekali. Kakekitu memang gurunya, orang yang sedang dicari-carinya, Ciu-sian Dewa Arak Tong Kui, seorang di antara Sam-sian! Ciu Sian tertawa bergelak. "Ha..ha..ha..ha, lihat mereka lari terbirit-birit. Dasar licik, biar mereka sudah memiliki ilmu kepandaian setinggi langit, kalau melihat keadaan tidak menguntungkan, mereka akan lari.""Suhu, terima kasih, suhu. Tadi hampir saja teecu sudah tidak kuat bertahan lagi. Kalau suhu tidak cepat datang ....." "Ha..ha..ha, mereka memang berbahaya sekali, Sin tetapi kulihat tadi, pertandingan itu berat engkau dikeroyok dua. Ke dua, kalau mereka menyerang dengan ganas untuk membunuh engkau hanya bertahan saja, sama sekali tidak mempunyai niat merobohkan mereka. Sin Wan, aku khawatir, kelak sikapmu yarg suka mengalah itu akan mencelakai dirimu sendiri. Akan tetapi, mengapa engkau berkelahi dengan sepasang iblis itu?"Sin Wan menjatuhkan diri berlutut di depan kaki kakek itu."Suhu, apakah selama ini suhu baik-baik saja? Teecu datang ke sini mencari suhu, karena teecu merindukan suhu. Dan di sini teecu bertemu dengan mereka dan ........." "Ehh? Tengkorak siapa itu yang tergantung di dadamu?""Ini adalah tengkorak mendiang suhu Kiam-Sian dan suhu Pek-mau-sian.""Eh? Kenapa begitu? Apa yang terjadi? Aku baru saja tiba dan melihat bekas lilin di atas meja di pondok, maka aku mencarimu ke sini.""Suhu, ketika teecu datang ke sini untuk mencari suhu, teecu langsung menuju ke makam kedua suhu. Ternyata kedua makam itu telah dibongkar orang dan bahkan peti matinya dibuka, dan tengkorak di dalamnya lenyap. Teecu menanti sampai malam tiba dan bulan muncul, dan teecu melakukan penyelidikan. Ketika teecu mendengar suara, teecu menghampiri tempat ini dan melihat kedua orang itu sedang melatih ilmu pukulan jarakjauh sambil duduk di atas tumpukan tengkorak itu. Dan di antara tengkorak-tengkorak itu, terdapat dua tengkorak ini yang menurut tengkorak dari suhu Kiam-sian dan suhu Pek-mau-sian. Teecu segera minta dikembalikannya tengkorak-tengkorak menyerang teecu dan terjadi perkelahian tadi.""Siancai ......! Sungguh, untuk mencapai tujuan, orang sesat tidak pantang mempergunakan cara apapun yang berserakan di sisi berlubang-lubang, tentu mereka melatih diri dengan ilmu sesat.""Menurut pendengaran teecu, mereka tadi melatih ilmu Toat-beng Tok-ciang dan Touw-kut-ci.""Ahhh! Kalau kedua ilmu itu sudah mereka latih sempurna. akan sukar menandingi mereka. Marl, kita urus dulu kerangka dan tengkorak kedua orang gurumu. Kasihansekali kalian, Kiam-sian dan Pek-mau-sian, sampai sudah matipun tubuh kalian masih diganggu orang jahat!" Mereka berdua lalu meninggalkan tempat itu dan pergi ke makam dua orang anggauta hati-hati Sin Wan mengembalikan dua buah tengkorakitu ke peti masing-masing. Hanya kepala yang menonjol ke belakang dari satu di antara dua tengkorak itu yang menjadi pegangannya bahwa itu adalah tengkorak bawah sinar bulan yang sudah berada di atas kepala, Ciu Sian melihat dua buah peti mati yang terbuka itu dan sejenak dia tertegun. Lalu dia menarik napas panjang."Kiam-sian dan Pek-mau-sian, kalau kalian sudah menjadi seperti ini, siapalagi yang mengenali kalian? Tidak perduli kerangka kalian ini kerangka dua orang datuk persilatan yang ternama, atau kerangka raja, atau kerangka seorang jembel miskin yang papa; siapa yang akan mengetahuinya? Semua kalau sudah mati akan sama saja, tidak ada gunanya kecuali untuk menakut-nakuti anak kecil. Bersama daging kulit yang membentuk rupa berbeda-beda, lenyap pula segaia macam martabat, kedudukan, kehormatan, kekayaan dan dan Pek-mau-sian, tidakkah lebih baik kalau sisasisamu ini dilenyapkan saja sama sekali agar tidak meninggalkan pemandangan yang tidak sedap ini?"Sin Wan membiarkan gurunya bicara sendiri kepada kerangka dalam dua buah peti mati itu. Setelah suhunya berhenti bicara, baru dia bertanya, "Suhu, apa yang akan suhu lakukan dengan kerangka kedua suhu ini? Menguburkan mereka kembali?""Untuk kemudian kalau tidak terjaga dibongkar orang pula? Atau digerogoti tikus, cacing atau semut sehingga akan habis sedikit demi sedikit? Tidak, Sin Wan. Kita perabukan saja mereka dan aku yakin mereka tidak akan keberatan kalau mereka masih dapat melihat betapa sisa-sisa mereka diperabukan.""Akan tetapl , suhu, teecu pernah mendengar dari mendiang ibu bahwa orang matl harus dikubur, dikembalikan kepada bumi dari mana jasad ini berasal. Berasal dari tanah dan dikembalikan kepada tanah, bukankah itu sudah tepat sekali?""Bukan hanya unsur tanah yang membentuk tubuh manusia, Sin Wan. Ada empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara. Nah, kalau kita bakar menjadi abu, itupun berarti kembali ke asalnya. Dikembalikan ke tanah menjadi debu, dikembalikan ke api menjadi abu, apa bedanya? Setelah mati, jasmani tidak ada artinya lagi, tidak perlu diributkan. Kalau jiwa masih berada di dalam badan, nah, barulah jasmani perlu diperhatikan dan dirawat baik-baik, dijaga baik-baik dalam keadaan bersih karena badan merupakan anugerah bagi jiwa, memungkinkan jiwa hidup di dunia ini. Akan tetapi hidup, badan tidak diperhatikan, dirusak malah karena hendak menuruti segala perintah nafsu daya rendah, kalau sudah mati, badan tidak dihuni jiwa lagi, diributkan. Sungguh lucu!"Sin Wan tidak dapat membantah pendapat Ciu Sian. Dia menurut saja dan membantu suhunya membakar dua kerangka dan tengkorak itu sampai menjadi abu."Sewaktu kami tinggal di sini, Kiam-sian dan Pek-mau-sian amat menyenangi tempat ini. Karena itu, kita biarkan sisa mereka, yaitu abu ini agar menikmati tempat ini sebebasnya."Setelah berkata demikian, Ciu Sian mengajak muridnya ke puncak Pek-in-kok dan mereka berdua menaburkan kedua abu kerangka yang tidak banyak itu ke udara. Angin malam menyambar abu itu dan membawanya bertebaran di seluruh pagi hari keduanya kembali ke pondok, karena bulanpun sudan surut ke barat. Sin Wan menyalakan lilin dan merekapun duduk berhadapan di atas bangku, terhalang meja."Nah, sekarang ceritakanlah semua pengalamanmu, Sin Wan. Di mana sumoimu sekarang dan mengapa ia tidak ikut denganmu ke sini?" Ciu Sian bertanya setelah meneguk arak dari guci araknya itu indah dan antik karena benda itu hadiah dari Kaisar Thai-cu kepadanya. Dia mendapatkan hadiah guci arak berikut arak tua yang sudah lama habis, mendiang Kiamsian mendapatkan hadiah Pedang Tumpul yang kini menjadi millk Sin Wan, sedangkan mendiang Pek-mau-sian menerima hadiah sebuah kitab kamus dan suling perak. Kitab kamus itu kini disimpan Sin Wan dan suling peraknya disimpan Kui singkat Sin Wan menceritakan pengalamannya selama dia dan sumoinya, Lim Kui Siang, berpisah meninggalkan gurunya ini setahun lebih yang lalu setelah Ciu Sian menggembleng mereka selama setahun dalam sebuah hutan dipuncak bukit yang terpencil. Dia dan Kui Siang bertemu dengan kakek sakti Pek-Sim Lo-kai Bu Lee Ki, bahkan menjadi tamu undangan Pangeran Yung Lo di Peking bersama kakek mereka berdua menerima petunjuk dalam ilmu silat dari kakek Bu Lee Ki, membantu kakek itu menertibkan kembali para pimpinan kai-pang perkumpulan pengemis, juga membantu Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki untuk memenangkan perebutan kedudukan pemimpin besar sekalian kai-pangcu ketua perkumpulan pengemis. Juga dia menceritakan betapa dia dan sumoinya telah diberi anugerah kedudukan oleh Pangeran Yung Lo. Dia akan dijadikan seorang panglima muda sedangkan Kui Siang diangkat menjadi pengawal pribadi sang pangeran."Ha..ha, bagus sekali kalau begitu!" Ciu-sian tertawa bangga mendengarmurid-muridnya mendapatkan pengharagaan dari Pangeran Yung Lo yang menjadi raja muda di Peking. "Pangeran Yung Lo adalah seorang pangeran yang gagah perkasa, menjadi raja muda yang berkuasa di daerah utara. Beliau yang berjasa besar membendung para pengacau dari utara, dan beliau yang bekerja keras membersihkan orang-orang Mongol yang masih ingin merebut kembali kekuasaan di negeri ini.""Memang beliau seorang pangeran yang gagah dan bijaksana, suhu.""Kalau begitu, kenapa engkau berada di sini mencariku? Dan di mana Kui Siang sekarang? Kenapa kalian berpisah?"Sin Wan menghela napas panjang. Kalau pertanyaan suhunya ini diajukan beberapa pekan yang lalu, mungkin saja dia akan menangis saking sedihnya. Akan tetapi, luka itu sudah hampir mengering, kedukaan itu sudah kehilangan sengatnya. Dia hanya merasa nelangsa, tidak terbenam duka yang menekan."Suhu, locianpwe Bu Lee Ki dan sumoi, dua orang yang selama ini akrab dengan teecu, telah menjauhkan diri dari teecu. Tanpa disengaja, mereka berdua mendengar bahwa teecu adalah anak tiri mendiang Se Jit Kong. Mendengar itu, Bu-locianpwe yang kini menjadi thai-pangcu merasa tidak semestinya bergaul dengan teecu, kecuali kalau kelak teecu dapat membuktikan bahwa teecu tidaklah jahat seperti mendiang ayah tiri teecu itu. Adapun sumoi ........." Dewa Arak mengerutkan alisnya. "Bagaimana dengan Kui Siang?"Sin Wan termenung. "Suhu, teecu sama sekali tidak dapat menyalahkan sumoi. Suhu tahu bahwa keluarga sumoi hancur oleh Se Jit Kong. Kalau ia mendengar teecu anak tiri Se Jit Kong kemudian ia memisahkan diri, hal itu sudah sepantasnya. Mereka telah meninggalkan teecu agar jangan tercemar oleh nama busuk teecu yang berlepotan dosa Kong. Bahkan mungkin saja Pangeran Yung Lo akan bersikap lain kalau mendengar teecu anak tiri Se Jit Kong. Teecu sudah kehilangan segalanya, maka teecu teringat kepada suhu dan mencari ke sini ......" Mendengar ucapan yang menyedihkan itu, Dewa Arak tertawa bergelak! Kalau orang lain yang berhadapan dengan Cui-sian, dia pasti akan tersinggung, setidaknya akan penasaran dan heran. Mendengar kesengsaraan muridnya malah tertawa bergelak seperti orang kegirangan! Akan tetapi Sin Wan sudah mengenal watak suhunya ini dengan baik, maka diapun tidak merasa heran. Dia tahu bahwa suhunya ini amat sayang kepadanya, akan tetapi kakek ini tidak pernah mau memperlihatkan apa yang dirasakannya."Ha..ha..ha..ha, sepatutnya engkau bersyukur karena telah merasakan banyak kekecewaan dan kepahitan. Itulah pengalaman terbaik dalam kehidupan ini. Bagaikan orang berlayar di samudera, betapa akan menjemukan kalau lautan itu selalu tenang saja, tak pernah bergelombang. Justeru menempuh gelombang itulah yang membuat kita sadar bahwa kita ini hidup! Engkau harus berani menghadapinya dan mengatasinya. Jangan sembunyi dalam kecengengan. Manusia hidup matang dalam tempaan pengalaman hidup yang serba pahit. Orang akan menjadi besar oleh gemblengan kepahitan hidup, sebaliknya orang akan menjadi dungu dan malas oleh maboknya kemanisan hidup. Kesusahan dan keprihatinan membuat orang bijaksana, sebaliknya kesenangan dan kemakmuran membuat orang menjadi tumpul dan lengah."Sin Wan menghela napas panjang. "Teecu mengerti apa yang suhu maksudkan. Akan tetapi, suhu, bagaimana teecu tidak akan bersedih? Antara teecu dan sumoitelah terjalin hubungan batin yang amat akrab, kami saling mencinta dan sekarang hubungan itu putus begitu saja. Teecu merasa seperti sehelai daun kering yang rontok, terjatuh ke dalam air, terbawa arus air tanpa daya ......." Kembali kakek itu tertawa bergelak. "Ha..ha..ha..ha, ucapanmu itu membikin malu guru-gurumu yang telah menggemblengmu, Sin Wan. Menjadi daun kering membusuk terbawa arus air sungai. Phuah! Pendekar macam apa ini? Berkeluh kesah, menangis .dan cengeng! Duka itu hanya permainan pikiran saja, Sin Wan. Pikiran yang sudah dicengkeram nafsu hanya memikirkan kesenangan bagi diri sendiri. Nafsu selalu mengejar kesenangan, selalu menjauhi ketidak senangan. Kesenangan itu tersembunyi di mana-mana, kadang mengenakan jubah bersih, seperti musang berbulu ayam. Nafsu mendorong kita untuk menonjolkan diri dan penonjolan diri inipun bukan lain hanyalah menginginkan kekayaan, kedudukan, kepandaian, ke mashuran melalui perbuatan baik atau melalui karya-karya mengagumkan, semua itupun menjadi tempat persembunyian kesenangan. Dan kalau pengejaran kesenangan itu gagal, maka datanglah kecewa, nelangsa dan iba diri yang membawa duka. Engkau merasakan kesenangan dalam hubungan kasihmu dengan sumoimu, merasakan kesenangan dalam hubungan baikmudengan Bu Lee Ki si jembel tua itu. Ketika mereka memisahkan diri menjauhimu,engkau kehilangan kesenangan itu dan menjadi kecewa, iba diri dan menyiksa diri dan menjadi cengeng dan itu suatu perbuatan yang sama sekali keliru.""Teecu mengerti, suhu. Akan tetapi, teecu tidak dapat membohongi diri sendiri. Hati teecu memang terasa nyeri dan perih, bagaimana teecu dapat melenyapkannya? Apakah teecu narus memaksa diri untuk menghilangkan duka ini yang amat menyiksa? Harus menekan perasaan dan melupakan semua kenangan lama?""Sin Wan, tidak ada hubungannya sama sekali antara peristiwa yang terjadi di luar diri dengan keadaan batin yang berduka. Peristiwa itu suatu kenyataan, suatu kejadian yang wajar saja sebagai akibat dari suatu sebab tertentu. Adapun duka di hati itu adalah karena ulah nafsu dalam pikiran peristiwa terjadi. Titik. Apakah hal itu menimbulkan duka atau tidak, tergantung dari cara engkau menerima dan menghadapinya! Kalau engkau kini hendak berusaha melenyapkan duka itu, coba renungkan, siapakah engkau yang kini hendak menghilangkan duka? Bukankah itu juga engkau yang berduka sekarang ini? Keinginan untuk tidak berduka sama saja dengan si duka itu sendiri. Setelah melihat bahwa duka mendatangKan kesengsaraan, maka pikiran kini mencari jalan untuk melepaskan diri dari ketidak senangan itu, tentu saja agar menjadi senang! Engkau terseret dalam lingkaran setan kalau begitu, Sin Wan."Pemuda itu tertegun. Bingung. "Lalu, apa yang harus teecu lakukan untuk menghilangkan duka ini, suhu?""Kalau engkau masih ingin mengubah keadaan, berarti engKau masih terseret dalam lingkungan itu. Yang ingin mengubah itu adalah si keadaan itu sendiri, masih dalam satu ruangan yang dikuasai nafsu. Kalau aku menjawab bahwa engkau jangan melakukan apa-apa, maka jangan melakukan apa-apa inipun masih sama saja, masih satu usaha untuk mengubah keadaan.""Wah, teecu menjadi bingung, Suhu."Kakek itu tertawa lagi, dan meneguk arak dari guci araknya. Setelah tiga kali tegukan, barulah dia bicara. "Sin Wan, dahulu ketika ibumu meninggal dunia, engkau mengucapkan sebaris kalimat dari agama ibumu yang sampai sekarang masih teringat olehku. Kalimat itu berbunyi Dari Allah kembali kepada Allah. Nah, kenapa engkau lupakan itu? Kenapa engkau tidak mengembalikan dan menyerahkan saja kepada Tuhan? Serahkan segalanya dengan penuh kepasrahan, penuh keikhlasan, penuh kesabaran. Dengan bekal penyerahan total dan mutlak ini, amatilah dirimu sendiri, amatilah duka dalam dirimu itu tanpa ingin mengubah, tanpa ingin menghilangkannya. Hanya kekuasaan Tuhan sajalah yang akan menertibkan semua bentuk nafsu yang menguasai dirimu."Wajah Sin Wan berseri. "Terima kasih, suhu! Ya Allah. ya Tuhan, dengan adanya Tangan Tuhan yang membimbing, kenapa hamba melupakan ini danmenjadi lemah, cengeng dan putus asa? Terima kasih, suhu!"Melihat betapa muridnya seketika dapat terbebas dari cengkeraman duka, Dewa Arak tertawa lagi dengan senangnya. "Ha..ha..ha, itu baru benar! Sin Wan, tadi aku melihat ketika engkau menghadapi sepasang sudah maju pesat dan engkau pasti akan mampu mengalahkan mereka kalau saja Sam-sian Sin-ciang sudah kau kuasai dengan sempurna. Sayang engkau belum matang. Biarlah kita menggunakan waktu beberapa bulan di sini untuk mematangkan ilmu yang kau kuasai itu, karena ada tugas penting yang akan kuserahkan kepadamu!" "Tugas apakah, suhu?" tanya Sin Wan penuh pada saat itu, tidak ada sedikitpun bekas kedukaannya yang tadi. Memang, duka hanyalah sebuah kenangan tidak dikenang, tidak diingat, dukapun tidak ada! "Sin Wan, baru-baru ini aku berkunjung ke kota raja dan sempat bertemu dengan Sribaginda Kaisar. Beliau merasa khawatir melihat keadaan di dalam negeri. Kerajaan Beng yang baru ini masih menghadapi banyak ancaman, terutama sekali dari bangsa Mongol yang selalu berusaha keras untuk merebut kembali kekuasaan di selatan, dan para bajak laut Jepang yang merupakan gangguan di sepanjang pantai khawatir sekali kalau-kalau pengaruh Mongol yang mungkin akan mengirim orang pandai, akan membuat beberapa orang pejabat berkhianat. Pasukan keamanan tidak dapat berbuat banyak menghadapi penyusupan mata-mata Mongol yang pandai. Selain itu, juga berita tentang akan diadakannya pemilihan bengcu pemimpin bagi dunia persilatan, cukup menimbulkan kekhawatiran kaisar karena pertandingan antara datuk-datuk besar di dunia persilatan dapat saja mendatangkan pertempuran besar dan kekacauan.""Lalu apa yang dapat teecu lakukan, suhu?" tanya Sin Wan, merasa dirinya kecilmenghadapi permasalahan negara yang demikian gawat dan besar."Kaisar minta bantuanku untuk melakukan penyelidikan terhadap semua itu, terutama sekali terhadap gerakan matamata Mongol, juga aku diminta untuk mengadakan pendekatan kepada semua calon bengcu dan membujuk agar mereka melakukan pemilihan bengcu dengan cara yang damai, tidak sampai menimbulkan pertempuran. Aku tidak berani dan tidak tega menolak permintaan Sribaginda, akan tetapi akupun menyadari bahwa aku sudah tua dan tidak ada kegairahan lagi dalam hatiku untuk bertualang. Oleh karena itu, aku teringat kepadamu dan aku datang ke sini dengan harapan akan menantimu tahu engkau sewaktu-waktu akan datang. Eh, tidak tahunya kedatangan kita di sini bersamaan waktunya. Ini namanya jodoh. Sin Wan. Agaknya Tuhan menghendaki bahwa engkaulah yang akan menunaikan tugas itu, mewakili aku."3. Pangeran Kerajaan BhutanSin Wan mengerutkan alisnya, diam-diam merasa gentar."Akan tetapi, bagaimana mungkin teecu dapat melakukan tugas itu, suhu? Teecu hanyaseorang berkebangsaan Uighur yang yatim piatu dan miskin, mana mungkin teecu memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas yang demikian besar dan penting? Bahkan teecu hanya anak tiri seorang penjahat besar ........." "Ha..ha..ha, memang baik sekali untukberendah hati Sin Wan, akan tetapi jangan sekali-kali berendah diri! Engkau memiliki kemampuan itu, aku percaya, asal engkau sudah mematangkan semua ilmumu. Nah, aku akan membantumu mematangkan ilmumu. Dan tentang nama yang berlepotan dosa Se Jit Kong, justeru inilah kesempatan baik bagimu untuk mencuci bersih noda yang mencemarkan namamu. Nah, sanggupkah engkau?"Tergugah semangat Sin Wan. "Teecu mentaati semua perintah dan petunjuk suhu!"Kakek itu tertawa girang dan mulailah dia membuka rahasia ilmu-ilmu yang telah dipelajari Sin Wan, memberi petunjuk sehingga dalam waktu singkat, pemuda yang tingkat kepandaiannya memang sudah menyamai guru-gurunya itu, memperoleh kemajuan pesat sekali. Setelah dia menguasai benar Sam-sian Sin-ciang dengan sempurna, baru dia menyadari bahwa dengan ilmu itu, apalagi ditambah bantuan Pedang Tumpul, dia akan sanggup menghadapi dan mengatasi lawan-lawan seperti sepasang iblis tempo hari. ***Rombongan berkuda itu terdiri dari duabelas orang berpakaian seragam yang mengawal seorang pemuda dan seorang setengah tua yang dari pakaiannya dapat diduga bahwa mereka berdua adalah bangsawan-bangsawan kerajaan Bhutan. Juga selosin perajurit itu adalah perajurit Bhutan dengan baju perang yang berkilauan. Pemuda itu sendiri bertubuh jangkung, wajahnya tampan seperti wanita, juga gerak-geriknya lembut, tidak adalah seorang pangeran Bhutan dari selir, bernama Pangeran Ramamurti, berusia duapuluh lima laki-laki setengah tua itu adalah pamannya dari ibu, bernama Balkan. Rombongan kuda itu nampak lelah, tanda bahwa mereka telah melakukan perjalanan memang datang dari Kerajaan Bhutan dan kini mereka mendaki Bukit Ular, sebuah di antara bukit-bukit di pegunungan sudah naik tinggidan hari itu cerah. Namun, tidak ada orang nampak di lereng bukit itu, bahkan dusun hanya terdapat di kaki bukit. Bukit Ular ini memang merupakan bukit yang terkenal di daerah itu, tidak ada orang berani mendaki bukit itu tanpa ijin dari penghuni. Siapakah penghuni bukit itu yang amat ditakuti orang? Di puncak Bukit Ular terdapat sebuah bangunan besar seperti istana. Di situ tinggal See-thian Coa-ong Raja Dunia Barat Cu Kiat, seorang di antara para datuk besar dunia persilatan di waktu itu. Raja Ular itu berusia sekitar enampuluh delapan tahun, tubuhnya tinggi kurus, matanya tajam seperti mata harimau, alisnya tebal dan matanya sipit seperti mata orang Mongol aseli, sipit dengan kedua ujungnya dan jenggotnya tebal dan mulutnya selalu dihias senyum See-thian Coa-ong Cu Kiat mempunyai banyak isteri, namun dia hanya mempunyai seorang anak saja, seorang wanita bernama Cu Sui In yarig kini telah berusia empatpuluh tiga tahun dan tidak menikah. Seperti juga ayahnya, Cu Sui In yang merupakan anak tunggal ini memiiiki ilmu kepandaian yang hebat, bahkan ia telah membuat nama besar di dunia kangouw dan mendapat julukan Bi-Coa Sianli Dewi Ular Cantik.Biarpun usianya sudah empatpuluh tiga tahun, akan tetapi ia cantik dan kelihatan jauh lebih muda, seperti baru tigapuluh tahun saja. Pakaiannya selalu mewah dan pesolek, alisnya melengkung hitam dan matanya tajam seperti mata cantik, hidung mancung dan mulutnya menggairahkan. Tubuhnya padat ramping penuh daya ayah dan anak yang ditakuti orang di dunia kangouw itu, masih ada seorang gadis lagi yang menjadi penghuni gedung itu. Ia seorang gadis berusia duapuluh dua tahun, wajahnya manis, dengan lesung pipit menghias mulutnya yang selalu dihias senyum. Mukanya bulat dan kulitnya putih kemerahan, hidungnya lucu dapat kembang ini bernama Tang Bwe Li dan biasa dipanggil Lili di rumah itu, tentu saja dengan sebutan nona kalau yang memanggil para pelayan. Ia tadinya merupakan murid dari BiCoa Sianli Cu Sui In, akan tetapi akhirnya karena ia diambil murid pula oleh See-thian Coa-ong, ia lalu memanggll Suci kakak seperguruan kepada Cu Sui In, hal yang menyenangkan hati Dewi Ular mereka bertiga ditambah belasan orang selir Seethian Coa-ong, di puncak itu tinggal pula tigapuluh orang lakilaki yang menjadi anak buah dan pelayan See-thian itu ditakuti orang bukan hanya karena penghuninya akan tetapi juga karena di daerah puncak itu terdapat banyak ular-ular berbisa. Ular-ular ini memang sengaja dikumpulkan dan dibiarkan hidup di situ oleh See-thian Coa-ong yang merupakan pawang ular yang lihai sehingga tepatlah kalau puncak itu disebut Puncak Bukit Ular, sesuai pula dengan penghuninya yang berjuluk Raja Ular dan puterinya, Dewi berkuda itu berhenti di lereng dekat puncak, di depan sebuah pintu gerbang yang merupakan batas tempat tinggal dan wilayah kekuasaan See-thian Coa-ong."Kenapa berhenti di sini, paman?" tanya Pangeran Ramamurti kepada pamannya."Penghuni puncak adalah seorang datuk besar, dan nama bukit ini Bukit Ular, kita harus berhati-hati. Pula, sebagai tamu kita harus sopan karena di gapura ini tidak nampak penjaga."Balkan yang berpengalaman itu lalu memerintahkan pasukan untuk menyembunyikan terompet yang terbuat dari pada tanduk. Segera terdengar bunyi sasangkala memecah kesunyian tempat saat itu, See-thian Coa-ong sedang menghadapi meja makan, sedang makan siang ditemani puterinya, Bi-coa Sianli, dan dilayani para selirnya yang masih muda-muda dan cantikcantik. Tang Bwe Li atau Lili tidak nampak karena gadis itu memang selalu ingin makan sendiri, tidak beramai-ramai bersama sucinya dan gurunya. Bi-coa Sianli Cu Sui In yang telah selesai makan, ketika mendengar bunyi sasangkala ltu, segera bangkit berdiri."Kurasa mereka sudah datang, ayah. Aku akan menyambut mereka dulu di ruang tamu. Nanti setelah segalanya beres, akan kuhadapkan mereka kepada ayah."See-thian Coa-ong hanya mengangguk saja tanpa menjawab, agaknya hatinya tidaktertarik dan dia lebih mencurahkan perhatian kepada masakan di atas Sui In lalu meninggalkan ruangan makan dan menyuruh anak buah di situ pergi menyambut para tamu dan membawa mereka ke ruangan tamu, sedangkan ia sendiri mencari itu berada di kamarnya, sedang membaca kitab sejarah."Lili, cepat engkau berdandan," kata Cu Sui melepaskan bukunya dan memandang kepada wanita cantik itu dengan mata dilebarkan. Wanita ini dahulu gurunya sejak ia masih kecil, kemudian menjadi sucinya. Hubungan antara mereka akrab sekali dan Lili merasa amat sayang kepada gurunya atau sucinya itu. "Suci, kenapa aku harus berdandan?" tanyanya heran."Kita akan menyambut tamu agung dan aku ingin engkau kelihatan cantik.""Aih, siapa sih tamu agung itu, suci? Aku jadi ingin sekali tahu.""Dia seorang pangeran. Hayo cepatlah, akupun mau bertukar pakaian baru," kata Sui In yang meninggalkan sumoinya, memasuki kamarnya sendiri untuk berganti bersungut-sungut setelah Sui In pergi. Ia seorang gadis yang wataknya jujur dan galak, wajar dan tidak pesolek seperti sucinya. Ia paling tidak suka untuk mencari muka, dan sekarang pun, mendengar bahwa ia harus bersolek karena akan menyambut tamu agung, seorang pangeran, hatinya tetapi, iapun segan dan tidak berani membangkang terhadap perintah sucinya yang juga gurunya itu, maka dengan uring-uringan iapun berganti pakaian. Akan tetapi ia membiarkan wajahnya tanpa bedak dan gincu, hal yang sebetuInya juga tidak ada gunanya karena kulit mukanya sudah putih kemerahan tanpa bedak, dan bibirnya sudah terlalu merah basah tanpa gincu. Rambutnya yang sedikit kusut itu bahkan menambah kemanisan Pangeran Ramamurti sudah disambut oleh anak buah See-thian Coa-ong dan diajak naik ke pangeran itu bersama pamannya dipersilakan menunggu di ruangan tamu, sedangkan duabelas orang pengawal mereka dijamu oleh anak buah Bukit Ular dengan ramah dan hormat seperti diperintahkan Dewi dan Balkan menanti di ruangan tamu yang luas itu dengan hati berdebar. Kedatangan mereka memang telah dijanjikan dua bulan yang lalu mereka bertemu dengan Bi-coa Sianli Cu Sui In yang sedang berkunjung ke daerah wanita cantik yang lihai ini menyelamatkan Pangeran Ramamurti dan Balkan yang sedang berburu binatang dan dikepung oleh belasan orang pemberontak yang menjadi pelarian. Cu Sui In yang menjadi penolong, itu diundang ke istana dan dijamu dengan ketika mendengar bahwa Cu Sui In mempunyai seorang sumoi yang masih gadis. Balkan mengusulkan agar sumoinya itu dijodohkan dengan Pangeran Ramamurti yang juga belum menikah. Tentu saja usul ini sudah dipertimbangkan masak-masak oleh Balkan dan disetujui oleh sang usul inipun mengandung pamrih tertentu, yaitu mereka mengharapkan bahwa dengan adanya dukungan seorang isteri yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka kedudukan Pangeran Ramamurti akan menjadi semakin kuat. Pada waktu itu memang terjadi semacam persaingan di antara para pangeran Bhutan yang hendak hendak memperebutkan Sui In juga menyatakan persetujuannya! Tentu saja Sui In menerima usul itupun tidak sembarangan saja, melainkan sudah dipertimbangkannya baik-baik. Dia melihat kedudukan pemuda itu cukup kuat,sebagai seorang pangeran Kerajaan Bhutan dan siapa tahu, kelak dapat dengan bantuan Lili menjadi raja di Bhutan! Itulah sebabnya ia menyatakan persetujuannya, dan minta agar mereka datang mengajukan pinangan secara sah pada hari Sui In memberitahukan ayahnya tentang usul perjodohan dengan pangeran Bhutan, See-thian Coa-ong menanggapinya dengan acuh saja. Sui In juga belum memberitahu kepada Lili. Biasanya, gadis itu selalu taat kepadanya, maka sekali inipun ia merasa yakin bahwa Lili akan mentaatinya. Apalagi, Pangeran Ramamurti bukan seorang pemuda yang buruk rupa. Dia cuKup tampan, terpelajar, kaya raya, berkedudukan tinggi masih muda. Mau apalagi? Ketika dari pintu sebelah dalam muncul dua orang wanita cantik, Balkan dan Ramamurti cepat bangkit berdiri dan membungkuk dengan hormat sambil merangkap kedua tangan di depan dada sebagai salam. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
KhoPing Hoo, Suling Emas Jilid 7 Bagian 5. Asmaraman S. Kho Ping Hoo. Jum'at, 14 Juli 2017 - 18:00 WIB
FilterKesehatanObat - ObatanTulang Otot & SendiBukuNovel & SastraKomikRumah TanggaTamanMakanan & MinumanMasukkan Kata KunciTekan enter untuk tambah kata produk untuk "kho ping hoo" 1 - 60 dari Ebook Digital 184 KHO PING HOO BATCH E 2%SurabayaArchie CadAdNovel Ebook Digital 179 ASMARAMAN S. KHO PING HOO 23 2%SurabayaArchie CadAdNovel Ebook Digital 196 KHO PING HOO Non Silat 10 2%SurabayaArchie CadAdNovel Ebook Digital 194 KHO PING HOO Silat Indonesia 4 2%SurabayaArchie CadAdBREE KHO OBAT SPESIAL KISTA PUSPITA RADJA 1%Kab. 100+Cersil Kisah para pendekar pulau es Asmaraman S. kho ping PusatBUKUKOBISCersil Kho Ping Hoo - Pedang Kayu Harum 1 - 49 Selatanbaca 40+KPH MUTIARA HITAM 1 -31 Tamat Kho Ping 5 rbJakarta 12KHO PING HOORajawali Emas 1-30/ PusatRayhan faiz12ASMARAMAN S. KHO PING HOO Sepasang Pedang Iblis Jilid 1-40 SelatanN,70book store
SementaraGolongan Putih adalah kelompok aliran yang senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran dengan penampilan sopan, perilaku lemah lembut oleh Tony Doludea Kho Ping Hoo menceritakan bahwa pada siang itu terdengar teriakan-teriakan dari para pengepung. “Tangkap mata-mata musuh!” “Bunuh pemberontak!” “Tangkap pembunuh Bouw-ciangkun!” Ribuan perajurit sudah bergerak lagi. Swat Hong memegang lengan suhengnya, Kwee Lun juga ikut mendekati Sin Liong. Betapapun juga, ia gentar menghadapi ribuan orang yang berteriak-teriak itu, apalagi ia tidak boleh melawan. Ketenangan Sin Liong itu membuatnya mencari perlindungan di dekat pemuda ini. Terdengarlah suaranya wajar, namun penuh kesabaran dan ketenangan. Suara ini demikian halus, tetapi mengatasi semua teriakan dan anehnya orang-orang itu terdiam, tidak berteriak-teriak lagi. Sin Liong berhasil menenangkan para prajurit tersebut dan keluar dari kepungan mereka. Swat Hong duduk dekat suhengnya dan memandang wajah suhengnya itu dengan penuh kagum dan kasih sayang. “Kwee-toako, benarkah engkau tertarik dengan perang, saling bunuh antara manusia, antara anak bangsa sendiri? Betapa mengerikan, Toako!” Jawab Sin Liong, “Menggunakan ilmu silat untuk membela yang lemah, untuk melawan yang jahat masih dapat dimengerti dan masih mending. Namun bunuh-membunuh hanya untuk membela sekelompok manusia lain, saling memperebutkan kemuliaan dan harta duniawi, sungguh sangat tidak patut. Mereka hanya mempergunakan orang lain demi mencapai cita-citanya sendiri.” Pada tahun 766 berakhirlah perang yang mengorbankan banyak harta dan nyawa itu. Kekaisaran Tang telah menderita hebat sekali akibat perang yang bermula dari pemberontak An Lu Shan itu. Kematian yang diderita rakyat, pembunuhan-pembunuhan biadab yang terjadi di dalam perang selama pemberontakan ini merupakan yang terbesar menurut catatan sejarah. Menurut catatan kuno, tidak kurang dari tiga puluh lima juta manusia tewas selama perang yang biadab itu! Sin Liong sebagai seorang pendekar muda, tergerak hatinya untuk membela rakyat, yang juga merupakan bagian dari keluarganya sendiri itu. Ia tidak berpihak kepada para pemberontak yang telah menghancurkan kekaisaran yang memang telah bobrok tersebut. Namun Sin Liong juga tidak berjuang untuk Kaisar, yang karena kecerobohan dan kelengahannya sendiri itu telah mengobarkan pemberontakan, yang justru telah menghantarkan rakyatnya ke dalam jurang kehancuran dan kebinasaan. Menurut sejarah, di seluruh dunia ini tidak pernah ada revolusi fisik yang mendatangkan perdamaian dan kesejahteraan. Namun hanya revolusi batin, revolusi yang terjadi di dalam diri masing-masing manusia, itulah yang dapat mengubah keadaan yang menyedihkan dalam kehidupan umat manusia di seluruh dunia ini. ******** Kho Ping Hoo melanjutkan ceritanya, bahwa pada tahun 712-756 Kaisar Beng Ong, yang dikenal juga sebagai Kaisar Hian Tiong, berkuasa atas Kekaisaran Tang di Tiongkok. Di bawah pemerintahan Kaisar Beng ini, Tiongkok mengalami perkembangan yang amat gemilang, sehingga menjadi sebuah kekaisaran yang memiliki wilayah yang sangat luas. Pada masa itu bermunculan sastrawan, pelukis dan seniman yang terkenal sekali dalam sejarah. Seperti Li Tai-po, Tu Fu, Wang Wei dan lain-lain. Namun sayang, kebijaksanaan Beng Ong dalam memimpin kekaisaran ini mengalami godaan hebat, yang kemudian malahan akan meruntuhkan segala-galanya. Beng Ong adalah pria yang teguh hatinya menghadapi segala macam godaan duniawi, namun ternyata lumpuh ketika menghadapi seorang wanita! Dan mulai saat itu, memang Tiongkok nyata-nyata sedang berada dalam ancaman pergolakan hebat. Terbuka sebuah kesempatan dalam keadaan yang lemah dari Kekaisaran Tang itu. The Kwat Lin, Ketua Bu-tong-pai memanfaatkan peluang itu untuk memulai petualangannya, untuk memenuhi ambisinya mencarikan kedudukan tinggi bagi Han Bu Ong, puteranya itu! The Kwat Lin telah berhasil membuat hubungan rahasia dengan para pembesar kota raja semakin meluas. Diam-diam persekutuan ini mulai mengatur rencana pemberontakan untuk menggulingkan Sang Kaisar! Dari para pembesar yang mengharapkan bantuan orang-orang kangouw inilah, Kwat Lin memperoleh bantuan keuangan, sehingga Bu-tong-pai menjadi makin kuat. Memang wanita lihai ini berhasil menarik banyak tenaga bantuan orang pandai. Sejarah telah banyak mencatat, betapa pria-pria hebat, pandai, gagah perkasa dan kokoh hatinya, menjadi luluh tak berdaya begitu berhadapan dengan seorang wanita yang sangat menarik hatinya. Pada tahun 745, ketika itu Kaisar Beng Ong sudah berusia enam puluh tahun lebih. Sudah tua, seorang kakek, namun seperti laki-laki pada umumnya. Betapapun uzur, ketika menghadapi wanita ia menjadi seperti seorang kanak-kanak yang hijau dan lemah. Pangeran Su adalah salah seorang dari antara putera Kaisar yang lahir dari banyak selirnya itu. Su mempunyai seorang isteri yang amat cantik jelita. Wanita ini cantiknya melebihi bidadari khayangan. Menurut kabar angin, Yang Kui Hui itu memang memiliki kecantikan yang amat luar biasa. Sehingga terkenal di seluruh penjuru mata angin. Pada suatu kesempatan, ketika Kaisar Beng Ong bertemu dan melihat Yang Kui Hui sendiri, seketika itu juga hati Kaisar tua itu langsung tergila-gila. Ratusan orang selir cantik pelayan muda dan perawan tidak lagi menarik hatinya lagi. Setiap saat yang tampak di pelupuk matanya hanyalah wajah Yang Kui Hui yang cantik jelita itu. Akhirnya, Kaisar tidak dapat lagi menahan nafsu hatinya. Dengan kekerasan dia memaksa Su, puteranya sendiri itu untuk menceraikan isterinya dan mengawinkan pangeran ini dengan wanita lain. Setelah Yang Kui Hui pada malam pertama melayani Kaisar Beng Ong, bekas ayah mertuanya itu. Maka sejak saat itulah terjadi lembar baru dalam sejarah Kekaisaran Tang. Kaisar Beng Ong yang tadinya sangat giat mengurus pemerintahan dan memperhatikan segala urusan pemerintahan sampai ke soal yang sekecil-kecilnya. Kini mulai tidak acuh dan menyerahkan semua urusan ke tangan para Thaikam Orang Kebiri, Kepercayaan Raja dan para pembesar yang berwenang. Ia sendiri dari pagi sampai jauh malam tak pernah meninggalkan tempat tidur, di mana Yang Kui Hui menghiburnya dengan penuh kemesraan. Dalam beberapa bulan saja, selir yang tercinta ini berhasil menguasai hati Kaisar sepenuhnya. Sehingga apapun yang dilakukan olehnya selalu benar, dan apapun yang diminta oleh selir ini. Tidak ada yang ditolak oleh Kaisar tua yang sudah dimabuk cinta itu. Rupa-rupanya Yang Kui Hui bukanlah seorang wanita lemah dan bodoh. Hatinya tetap menaruh dendam kepada Kaisar Beng Ong karena ia telah dipisahkan dari suaminya yang tercinta itu. Saat melayani nafsu berahi Kaisar tua itu, ada tersembunyi niat lain dan ia tidak menyia-nyikan kesempatan amat baik itu. Setelah Kaisar tergila-gila dan bertekuk lutut, mulailah Yang Kui Hui memetik hasil pengorbanan diri dan cintanya. Ia menggunakan pengaruhnya terhadap Kaisar, yaitu dengan menarik keluarganya sendiri untuk menduduki tempat-tempat penting dalam kekaisaran! Bahkan kakaknya, yaitu Yang Kok Tiong diangkat menjadi menteri pertama Kekaisaran Tang. Ketika Kaisar sedang dimabuk asmara, An Lu San, seorang jenderal muda yang amat cerdik. Ia melihat kesempatan baik sekali untuk mengangkat diri sendiri ke tempat yang lebih tinggi. Yaitu menggunakan pengaruh dan kekuasaan selir yang cantik jelita itu terhadap Kaisar tua bangka tersebut. Bukan hanya kerugian harta dan nyawa saja, akan tetapi juga setelah perang berakhir, Kekaisaran Tang kehilangan banyak kekuasaan atau kedaulatannya! Bantuan-bantuan yang diterima oleh Kaisar di waktu merebut kembali kerajaan, membuat Kaisar terpaksa membagi-bagi daerah kepada para pembantu yang diangkat menjadi gubernur-gubernur, yang lambat laun makin besar kekuasaannya dan perlahan-lahan menjadi raja-raja kecil yang berdaulat sendiri-sendiri. ******** Usianya tidak lebih dari tujuh tahun. Matanya lebar penuh sinar, tajam namun lembut. Seperti mata kanak-kanak biasa, yang hidupnya masih bebas dan bersih. Ia berdiri seperti sebuah patung di tanah datar, yang agak tinggi di hutan Jeng Hoa San, Gunung Seribu Bunga itu. Menghadap ke timur dan sudah ada setengah jam lebih ia berdiri saja seperti itu. Hutan yang sungguh tepat disebut dengan Hutan Seribu Bunga yang ditumbuhi dengan tumbuh-tumbuhan beraneka warna, penuh dengan bunga-bunga indah, terutama sekali pada saat musim semi tiba. Anak itu pakaiannya sederhana sekali namun bersih. Seperti juga badannya, dari rambut sampai ke kuku jari tangannya terpelihara dan bersih. Wajahnya biasa saja, seperti anak-anak lain dengan bentuk muka yang rupawan. Namun hanya matanya dan keriput di antara matanya itulah yang jarang terdapat pada anak-anak lainnya. Membuatnya menjadi anak yang memberikan kesan pada hati yang memandangnya. Sebagai seorang anak yang aneh dan memiliki sesuatu yang luar biasa. Sepasang mata anak itu bersinar-sinar penuh daya kehidupan, ketika melihat munculnya bola merah besar di balik puncak gunung sebelah timur. Bola merah besar dan merupakan pemandangan yang amat menarik hati, tetapi lambat laun menjadi benda yang tak kuat lagi ditatap oleh mata, karena cahayanya makin menguning dan berkilau. Memang. Anak yang luar biasa! Demikian penduduk di sekitar Pegunungan Jeng Hoa San menyebutnya Sin Tong Anak Ajaib. Semua orang menyebutnya Sin Tong karena dia sendiri tidak pernah menyatakan siapa namanya. Maka anak itu sudah terbiasa dengan panggilan ini dan menganggap namanya itu Sin Tong. Sin Tong dengan telanjang bulat lalu menghampiri sebuah batu dan duduk bersila, menghadap matahari. Duduk tegak lurus, kedua kakinya bersilang dan napasnya masuk keluar teratur dengan halus, tanpa paksaan seperti seorang bayi sedang tidur nyenyak. Sudah beberapa tahun ia melakukan ini, selama dua sampai tiga jam hingga tubuhnya bermandi keringat dan terasa panas. Juga ketika malam bulan purnama, mandi cahaya bulan hingga bulan lenyap bersembunyi di balik puncak barat. Anak ajaib, anak sakti dan beberapa sebutan lainnya lagi. Mengapa orang-orang dusun, penghuni dusun di sekitar lereng Pegunungan Jeng Hoa San menyebutnya anak ajaib? Karena anak berusia tujuh tahun itu pandai sekali mengobati penyakit dengan memberi daun-daun, buah-buah dan akar-akar sebagai obat yang mujarab sekali. Siapakah sebenarnya anak kecil ajaib yang menjadi penghuni Hutan Seribu Bunga seorang diri saja itu? Benarkah dia seorang dewa yang turun dari kahyangan menjadi seorang anak-anak untuk menolong seorang manusia? Anak itu dahulunya adalah anak tunggal keluarga Kwa di Kun-Leng, sebuah kota kecil di sebelah timur Pegunungan Jeng-hoa-san. Ia bernama Kwa Sin Liong, nama Sin Liong Naga Sakti ini diberikan kepadanya karena ketika mengandungnya, ibunya bermimpi melihat seekor naga berterbangan di angkasa di antara awan-awan. Ayah Sin Liong adalah seorang pedagang obat yang terpandang di Kun-leng. Namun di malam nahas itu, malapetaka menimpa keluarga ini, tiga orang pencuri memasuki rumah mereka. Awalnya tiga orang penjahat ini hanya ingin mencuri harta keluarga kaya ini saja. Tetapi ketika mereka baru memasuki kamar, ayah dan ibu Sin Liong mempergoki mereka. Ketika itu Sin Liong baru berusia lima tahun. Dari tempat remang-remang itu ia melihat betapa ayah-bundanya dihujani bacokan golok dan roboh mandi darah, tewas tanpa sempat berteriak. Saking ngeri dan takutnya, Sin Liong menjadi gagu, matanya melotot dan tidak bisa mengeluarkan suara. Namun tidak berhenti di situ saja, bocah ini tergetar jiwanya, tergores dan luka melihat ayah bundanya dibacoki dan dibunuh. Juga ketika melihat tiga orang pembunuh itu dikeroyok dan disiksa oleh penduduk sekitar. Jiwanya makin terhimpit, luka di hatinya makin bertumpuk dan ia tidak kuat menahan lagi. Ia merasa ngeri, merasa seolah-olah berada di antara sekumpulan iblis. Maka sambil menangis tersedu-sedu Sin liong lalu lari meninggalkan tempat itu, meninggalkan rumahnya, meninggalkan Kun-leng. Terus berlari ke arah pegunungan, yang tampak dari jauh seperti seorang manusia sedang rebahan, seorang dewa sakti, yang akan melindunginya dari kejaran iblis itu! Seperti orang kehilangan ingatan, semalam itu Sin Liong terus berlari sampai pada keesokan harinya. Saking lelahnya, ia tersaruk-saruk di kaki pegunungan itu, kadang-kadang kakinya tersandung dan jatuh menelungkup. Bangun lagi dan lari lagi, terhuyung-huyung dan akhirnya, pagi-pagi, pada keesokan harinya, ia terguling roboh pingsan di dalam sebuah hutan di lereng bagian bawah Pegunungan Jeng-hoa-san. Selama di hutan itu, kebiasaannya menjemur diri di sinar matahari pagi dan di bawah terangnya bulan purnama telah menguatkan tulang dan membersihkan darahnya. Sehingga para datuk dunia persilatan berebut untuk mengangkatnya menjadi murid. Banyak pesilat yang ingin mengangkatnya menjadi murid. Tapi ada pula yang berniat jahat, yaitu ingin menghirup sum-sum, darah dan sari pati tubuh anak kecil ini, demi menyempurnakan ilmu sesatnya. Di antara mereka itu adalah Pat-jiu Kai-ong Raja Pengemis Berlengan Delapan dan pesilat wanita, Kiam-mo Cai-li Wanita Pandai Berpayung Pedang. Selain mereka berdua, ada lagi pesilat lainnya, Siang-koan Houw, lebih dikenal dengan Tee-tok Racun Bumi, Thian-tok Racun Langit, Ciang Ham julukannya Thian-he Te-it Sedunia Nomor Satu, Gin-siauw Siucai Pelajar Bersuling Perak dan Lam-hai Seng-jin Manusia Sakti Laut Selatan. Mereka bertanding, namun tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang. Di saat perkelahian bersama inilah, maka datanglah pangeran Pulau Es, yaitu Han Ti Ong. Han Ti Ong ini pendekar yang sangat aneh, ia memiliki ilmu inti sari dasar gerakan semua ilmu silat. Sehingga semua pesilat yang ada di sana dapat dikalahkannya dengan jurus silat mereka masing-masing. Semua pesilat terkagum-kagum, mengapa Han Ti Ong bisa menyerang dan mengelak dengan gaya ilmu silat mereka semua. Bahkan pangeran Pulau Es ini dapat melakukan semua gerakan itu dengan sempurna, penuh tenaga dan dengan kecepatan yang luar biasa. Dari sinilah, kemudian Sin Liong diangkat oleh Han Ti Ong menjadi muridnya dan dibawa ke Pulau Es. Istana Pulau Es, di laut utara itu merupakan suatu tempat yang sudah menjadi seperti cerita dongeng saja di kalangan kangouw. Beberapa puluh tahun kemudian, karena kemampuan silat dan filsafatnya yang tidak terukur nalar, Sin Liong dijuluki Bu Kek Siansu. Ia dilegendakan sebagai manusia setengah dewa karena kesaktiannya yang amat luar biasa itu. Cover Cerita Silat Serial Bu Kek Siansu. Sumber Bu Kek Siansu itu adalah anak yang dahulu disebut Sin-tong Anak Ajaib, yaitu pemuda Kwa Sin Liong. Yang menghilang bersama sumoinya, Han Swat Hong dan yang kabarnya menetap di Pulau Es, tidak pernah lagi terjun ke dunia ramai. Bu Kek Siansu, saat ini adalah seorang laki-laki tua yang sederhana namun yang pribadinya penuh cinta kasih, cinta kasih terhadap siapa pun dan apa pun. Bu Kek Siansu memiliki kebiasaan menurunkan satu jenis ilmu silat di setiap awal musim semi, tanpa membedakan sesat atau lurus, siapapun yang beruntung akan mendapat petunjuknya. Namun, Bu Kek Siansu hanya mempunyai tiga orang murid, yakni Kwee Seng, Kam Bu Song dan Kam Han Ki. Pendekar lain yang beruntung mendapat petunjuk darinya, meski tidak secara langsung adalah Maya dan Khu Siauw Bwee, Dan memang seorang manusia seperti Bu Kek Siansu ini tidak pernah ingin menonjolkan diri. Selalu bergerak tanpa pamrih dan hanya digerakan oleh cinta kasih. Maka tidak ada satu orang pun yang dapat mengikuti jejak seorang manusia seperti Bu Kek Siansu ini. Yang hanya kadang-kadang saja terlihat muncul di antara orang banyak dan di dalam dunia persilatan. Namun ada juga yang pernah hanya dapat mendengar lantun nyanyian dari balik keremangan kabut setelah badai di laut “Langit, Bulan dan Lautan kalian mempunyai Cinta kasih namun tak pernah bicara tentang Cinta kasih! Kasihanilah manusia yang miskin dan haus akan Cinta Kasih, bertanya-tanya apakah Cinta Kasih itu? Bilamana tidak ada ikatan tidak ada pamrih dan rasa takut tidak memiliki atau dimiliki tidak menuntut dan tidak merasa memberi. Tidak menguasai atau dikuasai tidak ada cemburu, iri hati tidak ada dendam dan amarah tidak ada benci dan ambisi. Bilamana tidak ada iba diri tidak mementingkan diri pribadi, bilamana tidak ada “Aku” barulah ada Cinta Kasih……..” Demikinlah, Kho Ping Hoo terpaksa menutup kisah Bu Kek Siansu ini, yang menceritakan pengalaman pemuda Kwa Sin Liong sewaktu ia belum menjadi seorang Bu Kek Siansu. Sewaktu ia belum memiliki cinta kasih, sehingga masih diombang-ambingkan oleh suka dan duka dalam kehidupannya. Dengan mengenangkan isi nyanyian itu, Kho Ping Hoo mengajak para Pembaca Budiman-nya untuk sama-sama mempelajari dan berharap mudah-mudahan akan dapat memiliki Cinta Kasih melalui pengenalan diri pribadi. “Teriring salam bahagia dari pengarang dan sampai jumpa kembali di lain cerita,” Kho Ping Hoo mengakhiri ceritanya ini. ******** Usianya tidak lebih dari lima belas tahun, lahir di Desa Sukowati di Sragen, tidak jauh dari Gunung Lawu, dalam keluarga sederhana. Ia adalah anak ke-2 dari 12 bersaudara. Mereka tinggal di rumah ukuran 6 meter x 4 meter berdinding anyaman bambu dan beralaskan tanah. Itu membuatnya sejak kecil sudah kenyang dengan pengalaman hidup pas-pasan serta disiplin. Matanya jeli, daya khayalnya tinggi namun berwarna-warni, ceria dan jenaka. Pikirannya tajam, suka bermain meskipun demikian tidak recehan dan tidak dangkal, tetapi sangat luas serta mendalam. Semangatnya gigih membara, tegar dan tekadnya membaja. Sejak itu pula ia telah digembleng ilmu bela diri oleh ayahnya, Kho Kian Po. Ternyata, pengalaman berlatih ilmu bela diri sewaktu kecil itu telah memberi bekal yang berharga dalam menjalani hidupnya. Ketika berusia 12, ia sudah membantu kedua orang tuanya. Saat itu ayahnya membuka sebuah warung makan sederhana di Sragen. Ia membantu ayahnya berjualan. Hidup susah sejak masa kecilnya. Sekolah pun hanya sampai kelas 1 MULO setingkat SMP, tetapi ia masih sempat belajar Tata Buku. Di samping itu, Kho Ping Hoo kecil ini telah melahap berbagai buku, tentang filsafat, sejarah, budaya dan agama. Pikirannya berusaha meramu segala kisah tentang kebajikan kuno itu sejak masih bocah. Ayahnya, Kho Kiem Poo berasal dari Tiongkok dan Sri Welas Asih, ibunya itu berasal dari Desa Bakulan Yogyakarta. Dari sang ayah, Kho Ping Hoo mendapatkan cerita-cerita silat Cina, sementar dari sang ibu ia banyak belajar dan memahami petuah-petuah kuno tentang kehidupan orang Jawa. Sri Welas Asih memang mahir bertutur dengan menggunakan kalimat-kalimat bijak yang mudah dipahami. Kemahiran itulah yang kemudian diwarisi Kho Ping Hoo sehingga terampil menyuguhkan cerita secara menarik. Kho Ping Hoo, penulis cerita silat Indonesia. Sumber Cerita silat yang ditulis oleh Kho Ping Hoo memiliki kesan apik dan hidup. Ia memiliki keahlian dalam menyisipkan fakta-fakta sejarah dan menggabungkan bumbu-bumbu imajinasi ke dalam ceritanya dan digambarkan secara rinci. Kho Ping Hoo memang tidak menguasai Bahasa Mandarin, namun dengan modal Bahasa Inggris dan Belanda, serta Jawa dan Sunda ia dapat menggunakan buku sejarah Cina yang diterbitkan oleh Rumah Percetakan Bahasa Asing di Beijing dan peta-peta Cina sebagai rujukan. Kho Ping Hoo dapat menghidupkan suasana alam dengan gambaran keindahan dan keasrian dalam semua ceritanya itu. Ia berhasil membuat para pembacanya untuk dapat ikut merasa, hadir, bahkan mengidentifikasikan sifat diri mereka, baik yang baik, apalagi yang buruk dan jahat dangan tokoh-tokoh karangan Kho Ping Hoo tersebut. Juga dengan peristiwa-peristiwa genting dan penting, yang menjadi konteks alur cerita dan penokohan karangannya itu. Kho Ping Hoo sering dan banyak menyisipkan hasil perenungan spiritualnya itu melalui perkataan bijaksana dan nasihat-nasihat yang diucapkan oleh tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh tersebut berfilsafat dan seperti memberikan nasihat kepada para pembacanya mengenai kebaikan dan kebijaksanaan. Kho Ping Hoo secara fasih menyitir Tao Te Cing, Dhammapada, ajaran Konghucu, Dewi Kwan Im, ajaran Jawa Kuno, dll. Dengan itu para pembacanya juga dapat memasuki saat reflektif, bahkan meditatif, untuk berkaca dan merenungkan secara mendasar drama perjalanan hidup mereka masing-masing. Meskipun di saat-saat tertentu, para pembaca juga mendapat pelajaran praktis teknik rayuan gombal kepada wanita, misalnya dari Pendekar Mata Ke Ranjang, Tang Hay Hay. Bahkan rayuan paksa dan penaklukan wanita oleh Tang An Bun, Ang-hong-cu Si Kumbang Merah Penghisap Kembang, ayah Tang Hay Hay, seorang Jai Hwa Cat Penjahat Pemetik Bunga itu. Membuat perasaan para pembacanya terbang ke mana-mana. Kho Ping Hoo juga mampu membangkitkan selera gastronomi dan kulineri para pembacanya. Misalnya pada saat salah seorang tokohnya, yang tengah kelaparan lalu berburu ayam hutan, burung atau kelinci, juga ikan. Mengolah buruan tersebut, membumbuinya dengan racikan warisan keluarga, pemberian gurunya atau dari dapur kerajaan dan para bangsawan. Membakarnya atau memasak, daging panggang itu lalu mengeluarkan aroma yang sangat harum menyeruak dalam hutan atau padang itu. Tetapi ada juga makanan aneh demi peningkatan ilmu silat, seperti laba-laba beracun, kalajengking, kelabang raksasa dan ular berbisa aneh, dst. Demikian juga dengan menu makanan mewah nan lezat di rumah makan yang banyak dikunjungi oleh para pelancong, termasuk pesilat dan pendekar terkenal. Bakmi, bakmoy, bakpau dan bakso. Tidak ketinggalan teh harum, dan guci-guci yang berisi arak wangi mahal yang memabukkan, serta musik tradisional bersama penyanyi cantiknya. Kho Ping Hoo tentu saja telah membuat perut para pembacanya langsung kroncongan. Masakan khusus Raja dan Kaisar yang diolah secara khusus di dapur kerajaan oleh juru masak kerajaan yang sudah sangat berpengalaman turun-temurun. Menyajikan angsa, bebek, bangau, kepiting, siput, kerang, ikan, udang, cumi-cumi, katak, beruang, harimau, dst. Semua binatang yang ada di darat, sawah, sungai, pohon, laut dan yang terbang di udara. Juga segala macam sayur mayur dan buah-buahan dari yang berwarna hijau, putih, kuning, ungu, merah, dst. Kho Ping Hoo juga mengkhayalkan jurus-jurus silat sakti dengan kekuatan mujizat, yang merupakan ciri khas masing-masing tokoh ceritanya. Seperti Inti Sari Ilmu Silat yang digunakan oleh Han Ti Ong dan Bu Kek Siansu. Thi Ki I Beng Mencuri Hawa Pindahkan Nyawa milik Cia Keng Hong dan Cia Sin Liong. Kim Siauw Kiam-sut Ilmu Pedang Suling Emas oleh Pendekar Suling Emas Kam Hong. Sin Liong Hok Te Naga Sakti Mendekam di Bumi dipakai oleh Dewa Bongkok dan Naga Sakti Gurun Pasir. Soan Hong Lui Kung Ilmu Silat Badai dan Petir yang digunakan para datuk sesat. Swat Im Sinkang dan Hwi Yang Sinkang Tenaga Sakti Inti Es dan Tenaga Sakti Inti Api milik keluarga Pulau Es. Hong In Bun Hoat Ilmu Silat Sastra, Angin dan Mega ciptaan Bu Kek Siansu yang diwariskan ke keluarga Kam dan Koai Lojin. Im Yang Sin Kiam-sut Ilmu Pedang Sakti Im dan Yang milik Raja Pedang Tan Beng San warisan dari Bu Pun Su. Thai Kek Sin Kun Silat Sakti Pokok Terbesar milik kelarga Cia dan Pendekar Sadis Ceng Thian Sin. Thai Lek Pek Kong Cian Ilmu Silat Halilitar Sinar Putih dari keluarga Souw. Tidak ketinggalan kekuatan sinkang tenaga dalam, ginkang tenaga meringankan tubuh, iweekang tenaga lembut, gwakang tenaga luar dan khikang tenaga suara. Yang membuat para pembacanya sangat penasaran dan mencari rujukan ke para ahli silat untuk dapat menguasai jurus-juris maut itu demi perlindungan diri. Ketika masih kanak-kanak, Kho Ping Hoo pernah menderita sepuluh jarinya cantengan, yang membuatnya kesakitan dan sangat menderita. Ibunya selalu berdoa bagi kesembuhan anaknya itu. Puluhan tahun kemudian kejadian itu baru disadari sebagai suatu pertanda baik bagi Kho Ping Hoo. Kho Ping Hoo adalah seorang Kristen namun bergabung juga dengan perkumpulan olah batin, Susila Budhi Dharma Subud. Selain memengaruhi kejiwaan, ajaran kebatinan ini juga telah memengaruhi pola pikir serta kepribadiannya. Kebijaksanaan Subud membuat Kho Ping Hoo menjadi seseorang yang sangat bersahaja. Ia menjadi orang yang sabar dan selalu berusaha ikhlas. Setelah mendalami Subud, Kho Ping Hoo dapat lebih memahami hidup. Hal itu tentu karena Kho Ping Hoo ternyata tumbuh di tengah situasi yang memprihatinkan, yang juga telah membentuk kepribadiannya. Ia pernah bekerja menjadi buruh bangunan, pemborong, penjaga toko, penjual obat, ketua organisasi mobil angkutan. Bahkan menjadi Kenbotai, hansip pada masa pendudukan Jepang dan membuka usaha rokok kecil-kecilan. Mengais-ngais rezeki dilakukannya. Ia berpindah-pindah tempat, dari Sragen, Solo, Kudus, Surabaya, Banjarnegara dan Tasikmalaya. Dari Surabaya ia kembali lagi ke Sragen dan bergabung dalam Barisan Pemberontak Tionghoa BPTH, yang ketika itu selalu berjuang bersama Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia BPRI. Beragam pekerjaan telah dijalaninya sejak masa mudanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pada tahun 1949, tahun-tahun inilah di mana mulai muncul cobaan-cobaan berat yang menimpa hidupnya. Diawali dengan perusahaan rokoknya sudah berjalan, meskipun masih kecil. Namun karena Serangan Militer Belanda II meletus, maka pasukan Belanda mengobrak-abrik segala yang dimilikinya. Kho Ping Hoo mulai dari nol lagi. Mereka mengungsi ke Solo selama dua tahun. Lalu dengan membawa dua orang anak yang satu masih dalam kandungan istrinya mereka pindah ke Tasikmalaya. Kho sekeluarga ini mempunyai semangat baru untuk memperbaiki nasib. Namun terjadi peristiwa kerusuhan rasialis di Tasikmalaya pada 10 Mei 1963. Dalam peristiwa tersebut, toko, rumah dan harta milik etnis Tionghoa dirusak. Kemudian juga peristiwa mengerikan 1965 dan bencana banjir bandang 1966 di Solo itu. Kho Ping Hoo sempat merasa sakit hati dan hampir saja memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dan pergi ke Tiongkok. Nampaknya, di Tasikmalaya inilah segalanya bermula, minat Kho pada tulis-menulis muncul di sini. Ketika itu ia bekerja sebagai staf dari seorang pemborong yang sedang membangun sebuah rumah sakit di Banjarnegara. Lalu menjadi Ketua Perusahaan Pengusaha Pengangkutan Truk P 3 T kawasan Priangan Timur. Sekitar tahun 1951, Kho Ping Hoo mulai menulis cerita detektif, novel dan cerpen, yang dimuat oleh berberapa majalah, antara lain Liberty, Star Weekly dan Pancawarna, dengan menggunakan nama samaran Asmaraman, yang mendapatkan sambutan baik dari para pembaca. Namun baru pada tahun 1959, Kho Ping Hoo mulai menulis cerita silat dengan judul Pedang Pusaka Naga Putih, yang diterbitkan majalah Teratai. Sejak saat itu cerita silat menjadi tema utama karya Kho Ping Hoo. Karyanya itu terbukti berhasil gemilang. Serial silat terpanjangnya adalah Kisah Keluarga Pulau Es 17 judul cerita, mulai Bu Kek Siansu sampai Pusaka Pulau Es. Pribumi etnis Tionghoa ini terbukti sangat mencintai tanah airnya, tumpah darahnya. Walaupun ia sudah dilukai dan teraniaya oleh beberapa kejadian rasial tersebut. Ia mencurahkan isi hatinya dan melepaskan tekanan dalam batinnya melalui cerita silat tersebut. Karena hampir sepanjang hidupnya ia didera berbagai peristiwa yang melemahkan perasaannya. Dalam kehidupan sehari-hari ia banyak menghadapi ketidakadilan, penindasan dan keserakahan, tapi ia hanya bisa marah dalam hati. Ia tidak memiliki keberanian untuk mengritik. Ia hanya bisa mengritik melalui cerita silatnya itu tanpa harus menyakiti perasaan siapapun. Lewat kisah hidup para pendekar, yang mereka lalui sebagai sebuah jalan pedang itu, Kho Ping Hoo mengajak para pembacanya untuk memahami kehidupan para tokohnya itu. Suka duka kehidupan dalam menghadapi, mempelajari, menyelidiki dan mengatasi persoalan ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Rasa cintanya kepada Indonesia terlukis dalam cerita-cerita silatnya itu. Sikap dan perilaku cinta tanah air dan bela negara itu, salah satunya dituangkan dalam kisah Bu Kek Siansu. Sikap dan perilaku Sin Liong itu merupakan suatu bentuk bela negara, karena rasa cinta tanah air, tumpah darahnya. Bela negara itu merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Sikap dan perilaku tersebut sesungguhnya dilandasi keikhlasan dan kerelaan untuk bertindak demi kebaikan bangsa dan negara. Kho Ping Hoo melalui karya-karya itu sesungguhnya telah melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia, yaitu membela negara dan mencintai tanah airnya. Kho Ping Hoo telah melahirkan setidaknya 120-an judul cerita. Beberapa karya, semula merupakan cerita silat judul lepas kemudian diterbitkan menjadi cerita silat serial dengan berbagai jilid. Kho Ping Hoo mendapatkan penghargaan, di antaranya dari Bupati Sragen pada 2005, dari Perkumpulan Masyarakat Surakarta PMS Award pada 2012, serta Satyalancana Kebudayaan yang dianugerahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2014. Sebagai seorang pendekar yang sangat aneh, Sin Liong menggunakan ilmu silat warisan dari gurunya itu untuk membela yang lemah, untuk melawan yang jahat. Meskipun tidak pernah terbersit keinginan untuk melukai, apalagi membunuh orang-orang jahat itu. Namun terlebih dari itu, Bu Kek Siansu justru ingin menggugah hati manusia yang telah digelapkan oleh kilau harta benda dan kenikmatan duniawi, kekuasaan, kedudukan dan kehormatan, untuk kemudian menjadi orang yang sadar, tercerahkan, penuh welas asih. Pendekar aneh setengah dewa ini kiranya merupakan ilustrasi khayali pribadi penulis cerita itu sendiri. Sebagai penghayat spiritulitas Kristen, Kho Ping Hoo tentu saja tidak asing dengan ungkapan kebijaksanaan kuno, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Lagi, “Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” Memang ada juga ungkapan Latin yang menyebutkan bahwa apabila ingin damai, maka bersiaplah untuk berperang Si Vis Pacem, Para Bellum. Namun pesan singkat dari Langit tersebut justru mengatakan apabila ingin damai, berdamailah! Ajaran kuno ini mengungkap kekuatan dahsyat yang tersembunyi dalam diri manusia, yang menunggu untuk diejawantahkan. Bahwa setiap orang, seluruh umat manusia itu memiliki kemampuan ilahi untuk mengubah yang jahat menjadi kasih melalui kekuatan mujizat yang memang ada di dalam dirinya. Manusia dapat memurnikan, mendistilasi segala kejahatan itu menjadi kebaikan yang tertinggi summum bonum. Untuk itu Kho Ping Hoo tidak menggunakan jurus-jurus silat sakti dan pedang pusaka. Pedang tajam bermata dua, yang dapat memisahkan nyawa dari tubuh, menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum. Namun ia hanya menggunakan jari-jari tangannya, yang pernah cantengan itu untuk menari di atas tombol-tombol mesin ketiknya, lalu menghasilkan lembaran-lembaran kertas yang berisi doa dan ucapan berkat atas orang-orang yang membenci dan pernah menganiaya serta melukai hati mereka. Cerita-cerita silat Kho Ping Hoo tersebut, bisa jadi merupakan doa dan ucapan berkat terpanjang yang pernah di tulis dalam Bahasa Indonesia. Doa dan ucapan berkat dari seorang yang pernah dilukai hatinya, dibenci, dianiaya badannya dan dijarah hartanya, untuk saudara-saudaranya sendiri sebangsa dan setanah airnya itu. Doa dan ucapan berkat Kho Ping Hoo, yaitu mengajak anak bangsa ini untuk saling manghargai, berbagi kasih, saling menjaga dan mengampuni satu dengan yang lainnya. Karena ada tertulis, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” Cover Cerita Silat Serial Pedang Kayu Harum. Sumber Saat itu, orang-orang berkerumun menunggu di taman bacaan, kios-kios penyewaan buku, took-toko buku berlomba membaca jilid terbaru karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo. Cerita apapun dibaca habis, tandas. Serial Bu Kek Siansu Suling Emas, Cinta Bernoda Darah, dst. Serial Pedang Kayu Harum Petualangan Asmara, Dewi Maut, dst. Serial Pendekar Sakti, Serial Sepasang Naga Lembah Iblis, dst. Sekitar pukul Jumat 22 Juli 1994 Kho Ping Hoo meninggal dunia pada usia 68 tahun di Rumah Sakit Umum Kasih Ibu, Solo akibat serangan jantung. Hari itu juga, jenazahnya langsung dikremasi di Krematorium Thiong Ting Jebres, Solo. Kemudian abunya ditabur di Laut Selatan. Sampai akhir hayatnya itu, Kho Ping Hoo masih terus menulis cerita silat, yang memang lekat dengan kritik sosial dan penyadaran diri. Yang terakhir itu berjudul Hancurnya Kerajaan Tang. Lalu tidak ada lagi bunyi suara ketak ketik mesin ketiknya itu. Di sepanjang hidupnya itu, Kho Ping Hoo merasa hidup dalam tiga alam. Alam nyata dengan keluarganya, alam khayal ketika berduaan dengan mesin ketik itu dan alam kasih sayang serta persahabatan umat manusia dengan para Pembaca Budiman-nya. Entah sadar atau tidak, ia telah membuat dirinya menjadi sebuah legenda. Kho Ping Hoo menapaki jalan pedangnya sendiri. *Penulis adalah Peneliti di Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humanities Universitas Indonesia. ******** Kepustakaan Kho Ping Hoo. Suling Emas. Gema, Solo, 1968. Kho Ping Hoo. Pedang Kayu Harum. Gema, Solo, 1970. Kho Ping Hoo. Bu Kek Siansu. Gema, Solo, 1973. Sawega, Ardus M. Ed.. Kho Ping Hoo dan Indonesia Seniman dan Karyanya. Balai Soedjatmoko, Surakarta, 2012.

SITANGAN HALILINTAR Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo Penerbit CV GEMA SOLO, 1990. Banyak sekali penjahat telah dia robohkan, bahkan banyak jagoan-jagoan berilmu tinggi kalah olehnya sehingga dunia kangouw memberikan julukan Pat-jiu Sin-kai kepada orang yang telah melupakan namanya sendiri itu.

cersilkho ping hoo, pendekar buta sonny ogawa, pendekar kelana toko buku kho ping hoo jual buku kho, daftar lengkap novel cerita silat karya kho ping hoo, dunia kangouw juga asmaraman s kho ping hoo, 01 pendekar buta karya asmaraman s kho ping hoo, cerita silat karya asmaraman s kho ping hoo, pendekar super sakti cerita SaktiAsmaraman S Kho Ping HooPendekar Super Sakti Asmaraman S Kho Ping Hoo Pendekar super sakti Bu Kek Siansu Bu Kek Siansu Literary Migrations The John M. Echols Collection on Southeast Asia Accessions List Bu Kek Siansu Ibu kangouw.blogspot.com. DUNIA KANG-OUW: DOWNLOAD KE-11 SERIAL PEDANG KAYU HARUM) Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo E-book : dunia-kangouw.blogspot.com Pegunungan Cin-ling-san berderet panjang dari barat ke timur dengan puncak-puncaknya yang tinggi menembus awan. Terletak di perbatasan tiga propinsi, yaitu Propinsi Shen-si dan Kan-su di utara, dan .
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/213
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/154
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/370
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/527
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/104
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/762
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/261
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/983
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/283
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/299
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/67
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/679
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/960
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/351
  • 3uxo2gm6zb.pages.dev/692
  • kho ping hoo dunia kangouw